Ritual Agama Zen
Kalau
di Indonesia dan beberapa negara lain yang mayoritas Buddha mengenal hari
Waisak sebagai hari raya besar umat Buddha, di Jepang hari raya ini sama sekali tidak
dikenal dan juga tidak dirayakan. Karena Jepang merupakan negara sekuler maka
mereka tidak mengenal hari libur agama. Di dalam Cha’n/Zen, upacara-upacara
yang berbelit-belit kurang dilaksanakan,
pembakaran dupa wangi dan lilin pun hanya sekali-sekali. Mereka juga mengulang
Sutra, namun hal itu bukan merupakan suatu keharusan. Bagi mereka meditasi adalah bagian
dari kehidupan mereka, namun meditasi tidak bisa menjamin seseorang menjadi Buddha.
Segala sesuatu harus diresapi dan di realisasikan agar dapat menghayati setiap
momen kehidupan. Mereka begitu menyintai ketenangan, keheningan serta keindahan
alam karena hal-hal demikian banyak membantu dalam usaha untuk mencari diri
pribadi dan mengenal diri sendiri. Tentu saja moral kesusilaan sangatlah mereka
junjung.
Masyarakat
umum hanya tahu satu hal saja yaitu berdoa. Datang ke kuil pada hari kapan
saja, melempar sekeping uang dan berdoa dengan mencakupkan kedua tangan di dada
supertinya sudah lebih dari cukup dan ritual ini dilakukan tidak lebih dari
lima detik. Jadi di kuil Buddha di Jepang sepenuhnya hanya berfungsi sebagai
tempat berdoa saja.
Para penganut Zen percaya bahwa ketenangan dalam pelaksanaan ritual, keheningan,
sedikit rasa pahit teh di anggap rasa yang menyenangkan, rasa alami, dan jalan
tengah antara manis dan asam. Para rahib Zen sering
menggunakan teh sebagai media pada saat
melakukan meditasi. Meminumya dengan penuh rasa nikmat, tanpa terburu-buru.
Dalam sebuah ritual yang dilakukan oleh penganut Zen ditemukan pada upacara
minum teh. Upacara minum teh dilakukan ditempat khusus, disuatu bangunan disebelah
bangunan utama yang terletak dihalaman. Dahulu upacara ini dilakukan dalam
suatu kelompok kecil. Biasanya dilakukan seorang lelaki samurai yang mencintai
seorang perempuan. Janji seorang samurai, permintaan seorang samurai
disampaikan dalam upacara sederhana yang dianggap sacral. Pada saat modern ini upacara
minum teh kebanyakan dilakukan sebagai penghormatan terhadap teradisi. Disamping itu dikalangan orang-orng tertentu,
dilakukan oleh orang-orang dikalangan bisnis yang lelah dan pusing dengan persoalan-persoalan
duniawi. Upapacara minum teh dilakukan dengan sangat tenang dan ritualistik.
Didalam seni minum teh terdapat faedah dan manfaat antara lain menjaga
kesehatan tubuh dan memperpanjang usia. Minum teh merupakan salah satu obat
teradisional yang dipercaya oleh orang Cina
dan jepang sangat manjur.
Seni Zen
Seni Zen sebagian besar memiliki ciri khas lukisan
asli (seperti sunni-E dan Enso ) dan puisi (khususnya haiku). Seni ini diusahakan untuk
mengungkapkan dengan sungguh-sungguh intisari
sejati dunia melalui gaya impressionisme dan gambaran tak terhias yang tak
"dualistik". Pencarian untuk penerangan "sesaat" juga
menyebabkan perkembangan penting lain sastra derivatif seperti Cha"noyu (upacara minum teh) atau Ikebana ; seni merangkai bunga. Perkembangan ini sampai sejauh
pendapat bahwa setiap kegiatan manusia merupakan sebuah kegiatan seni sarat
dengan muatan spiritual dan estetika, pertama-tama apabila aktivitas itu
berhubungan dengan teknik pertempuran (seni bela diri).
Kuil Zen-Buddhisme memainkan peranan penting dalam melindungi seni Jepang,
di samping sebagai penyokong olahraga gulat, anggar, dan memanah untuk pasukan
pelindung mereka. Kuil Zen-Buddhisme juga sebagai penganjur terhadap seni sajak
(puisi), lukisan, kaligrafi, dan seni merangkai bunga (ikebana). Kuil Zen-Buddhisme juga memberikan perhatian khusus
terhadap seni membuat taman.
Tujuan Agama Ch’an/Zen.
Zen
Buddhisme adalah sebuah aliran yang menekankan pentingnya meditasi dan
mengkhususkan diri dalam hal itu. Zen yang mewakili puncak spiritualitas dalam
agama Buddha adalah berintikan tentang transimi jiwa ajaran Buddha yang
bersifat istimewa.
Tujuan akhir mempelajari agama Buddha adalah untuk
mencapai
keadaan kedamaian sempurna, Nirvana. “Kedamaian sempurna” ini berbeda dari konsep umum
mengenai
ketidakadaan gerak. Di kehidupan kita setiap hari,
kita
mengatakan bahwa sebuah objek tertentu bergerak dan
objek yang
lain tidak bergerak karena perbuatan pikiran kita.
Semua
fenomena diciptakan oleh pikiran kita. Sebenarnya,
fenomena
itu sendiri tidak memberikan perbedaan antara bergerak atau tidak
bergerak. Yang membuat perbedaan adalah keterikatan pada pikiran kita yang disebabkan oleh
kayalan.
Jika kita dapat membebaskan diri dari keterikatan ini, pikiran kita akan tenteram dan segala sesuatu akan berada
dalam
keseimbangan.
Sedangkan tujuan hidup Zen sekte Soka Gakkai adalah penciptaan nilai. Nilai yang
utama adalah kebaikan, kemudian kegunaan, ketiga, keindahan.
Jalan Untuk Mencapai Tujuan
Pengetahuan akan menyeret orang-orang untuk
memiliki
pikiran yang menciptakan perbedaan. Orang-orang akan kehilangan diri di
dalam dunia pengetahuan, bahkan kadang-kadang hingga pada kondisi dikendalikan oleh
pandangan
pembangkangan. Dengan demikian, orang-orang menjadi berbahaya bagi
makhluk lain. Cha’n menganjurkan agar pertama-tama, orang-orang mencari sifat diri, dengan cara:
1. Meneliti Cha’n melalui keragu-raguan.
Banyak
agama di dunia ini menekankan keyakinan.Agama-agama itu tidak membiarkan
penganutnya memiliki keraguan mengenai
doktrin keagamaan mereka Dalam agama-agama lain, tidak ada tempat untuk
keragu-raguan.
Seseorang harus percaya tanpa syarat. Akan tetapi, Cha’n mendorong seseorang untuk memulai dari
sikap
ragu-ragu. Sedikit keraguan akan menuju ke sedikit penyadaran. Keraguan yang besar akan menuju pada
penyadaran
yang besar. Ketidakadaan keraguan akan menuju pada ketidaadaan
penyadaran.
2. Mencari penyadaran melalui perenungan.
Saat
keraguan muncul, seseorang perlu merenungkannya untuk mencapai kesadaran. Tujuan dari banyak koan, seperti
“Bagaimana
wajah asli seseorang sebelum dilahirkan oleh orang tuanya?”, “Apakah
anjing memiliki sifat Buddha?”, “Siapa yang membaca nama Buddha?”, adalah untuk
membangkitkan
keraguan seorang praktisi Cha’n. Perenungan secara tekun akan
koan-koan ini akhirnya akan menuju pada penyadaran. Mereka yang berada dalam khayalan hanya akan duduk dan tidak melakukan apa pun,
sementara
mereka yang bijaksana akan berlatih dengan tekun.” Ketekunan berarti merenungkan dengan penuh
perhatian
setiap saat, bukan hanya ketika sedang duduk bermeditasi
3. Belajar Cha’n dengan bertanya.
Ketika
merenungkan koan, hal yang paling penting adalah terus-menerus bertanya sampai orang itu sadar.
Hal ini
sama seperti mencoba menangkap seorang pencuri; seseorang harus terus mengejarnya tanpa berhenti. Kesadaran
akhir akan diperoleh jika seseorang terus menerus bertanya. Cha’n adalah sesuatu yang tidak dapat diuraikan dengan
perkataan.
Jalan akan lenyap begitu bahasa dipergunakan. Kondisi itu akan hancur jika direnungkan dengan pikiran.
4. Menyadari Cha’n melalui
pengalaman pribadi. Untuk berlatih Cha’n, seseorang harus mulai dengan
keraguan,
perenungan, dan pertanyaan, tetapi langkah akhir dan yang paling penting
adalah pengalaman pribadi yang menyangkut Cha’n. Cha’n bukanlah untuk diperbincangkan
ataupun
direnungkan, tetapi untuk dialami. Kesadaran adalah keadaan pikiran
yang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Kesadaran hanya dapat dialami oleh mereka yang
sudah
mencapainya.Sebenarnya, metode yang paling tepat dari
ajaran Cha’n
adalah untuk menyadarinya melalui kehidupan seseorang setiap hari,
dengan mengenakan pakaian, makan, duduk diam, dan bepergian. Segala sesuatu yang kita lakukan
atau
berhubungan dengan kita adalah Cha’n.
Artikel selanjutnya :
Jainisme adalah sebuah agama kuno di
India yang mana dikatakan berasal dari keluarga Dharma. Walaupun pengikutnya
adalah kelompok minoritas dengan lebih kurang 4,9 juta pengikut di India,
pengaruh pengikut Jain pada agama, etika, politik, dan ekonomi cukup besar. ............ “Jain” menurut Sri Krisna Saksena, berasal dari kata “Jina”
(Sansekerta.), yang berarti pemenang atau yang mengalahkan ................. Jainisme tidak mempermasalahkan keberadaan Tuhan atau
mahluk lain yang lebih tinggi dari manusia sempurna ............. Ajaran ini menekankan aspek etika yang sangat ketat,
terutama komitmennya terhadap konsep ahimsa. . Jain menegaskan bahwa ahimsa
termasuk sikap tanpa kekerasan terhadap binatang dan manusia. Tapi, penganut
yang taat kepada agama Jain ini berbuat lebih jauh lagi dari itu. Nyamuk yang
menggigit kulit dibiarkan semau-maunya. ................
(Dari berbagai sumber)
Baca Juga, Klik dibawah ini :
Misteri Jembatan Ramayana 1
Baca Juga, Klik dibawah ini :
|
Belum ada Komentar untuk "TUJUAN AGAMA BUDHA ZEN (4)"
Posting Komentar