Ringkasan
Didirikan
sekitar 2,500 tahun yang lalu di India. Pendiri :
Nataputta Vardhamana, dikenal dengan “Mahavîra” (Pahlawan Agung). Penganut
sekitar 4,9 juta Jiva terutama di India Tengah dan Selatan, terutama di Gujarat
dan Mumbai.
Kebebasan Jiva dan kesamaan semua kehidupan dengan penekanan yang khusus dengan dasar tanpa kekerasan.
Mengekang diri (vrata) merupakan cara bagi penganut Jainisme untuk
mencapai moksha . Falsafah Jainisme berdasarkan kebenaran-kebenaran yang
abadi dan universal. Penganut Jainisme menolak makanan yang diperoleh dengan
kekerasan. Penganut yang mematuhi ajaran Jainisme tidak makan, minum, atau
membuat perjalanan setelah matahari terbenam dan mereka selalu
bangun sebelum matahari terbit. Mahavira,
mengajarkan kepada pengikutnya untuk memelihara tiga mustika yaitu :
- Keyakinan yang benar
- Pengetahuan yang benar
- Perbuatan yang benar yang dijabarkan dalam lima “sumpah besar” (maha-vrta), berupa:
a. Ahimsa (tanpa kekerasan) fisik, mental dan verbal
b. Satya (kebenaran, kejujuran)
c. Asteya (tidak mencuri)
d. Aparigraha (tidak mengejar harta duniawi).
e. Brahmacarya (kontrol pikiran).
Jain
tidak mempercayai bahwa jagat raya ini diciptakan oleh Tuhan.
Sekte-Sekte
Jainisme: Digambara, Shvetambara, Sthanakavasis.
Pada
Kuil Digambara, terdapat patung Tirthankara yang tidak dihias dan tidak dicat.
Sedangkan di Kuil Svetambara patung Tirthankara selalu dihias, dengan cat atau kaca dan
terkadang dengan hiasan emas, perak dan permata didahi. Hiasan
seperti ini sangat lazim. Seorang Tirthankara muncul di dunia, yang
mengajarkan cara untuk mencapai moksha, atau kebebasan. Tirthankara
bukanlah reinkarnasi dari Tuhan. Dia adalah Jiwa biasa, yang terlahir sebagai
manusia, dan memperoleh sebutan seorang Tirthankara sebagai hasil dari usaha
yang keras dari penebusan dosa, dan meditasi. Karena itu seorang
Tirthankara bukanlah seorang awatara (penjelmaan Tuhan), tetapi Jiva yang
mencapai kesucian puncak. Tirthankara bukanlah pendiri sebuah agama, tetapi
seorang guru yang maha tahu, yang hidup beberapa kali dalam sejarah
kehidupan manusia
Buku
Suci Utama : Agamas Jain dan Siddhãnta; yang mengajarkan penghormatan
yang sangat tinggi kepada bentuk kehidupan, ajaran yang ketat mengenai
vegetarian, samadi , tanpa kekerasan meski dalam pembelaan diri, dan menentang
peperangan. Jumlah buku suci Jain bervariasi dari 33 sampai 84 buku
tergantung kepada masing-masing sekte. Kitab-kitab Jainisme ditulis
dalam waktu yang amat panjang dan kitab yang paling dikenal ialah Tattvartha
Sutra, atau “Buku Kenyataan” yang ditulis oleh Umasvati (atau Umasvami),
seorang cendikiawan dan pendeta yang hidup pada lebih dari 18 abad
yang lalu.
Hari
Raya : Mahavira Jayanti, Paryushana. Diwali. Kartak Purnima, Mauna Agyaras.
Puasa merupakan hal yang sangat lazim dalam spiritualitas Jain. Puasa dapat
diklasifikasikan menjadi : Puasa penuh, Puasa sebagian, Vruti Sankshepa, Rasa
Parityaga, Puasa Agung,
Tujuan
penganut Jain untuk hidup sedemikian rupa sehingga jiva tidak lagi terkena karma berikutnya,. Jainisme berusaha keras untuk
merealisasikan sebagai manusia sempurna yang tertinggi, yang intinya adalah
bebas dari rasa sakit dan bebas dari kematian dan kelahiran. Menurut Jainisme,
hanya ada satu jalan untuk mencapai hal itu: yaitu dengan jalan puasa sampai
meninggal, yang disebut dengan santhara
Avagapatta pra-Kushana dari Mathura
Kepercayaan Jainisme
Kebebasan Jiva dan kesamaan semua kehidupan dengan penekanan yang khusus dengan dasar tanpa kekerasan.
Mengekang diri (vrata) merupakan cara bagi penganut Jainisme untuk
mencapai moksha, atau kesadaran sifat Jiva yang
sebenarnya. Jainisme mengistilahkan seorang penganut biasa sebagai shravak / pendengar. Sangha Jainisme,
terdiri dari empat bagian:
- Biarawan,
- Biarawati(sadhvi)
- Penganut lelaki biasa
- Penganut perempuan biasa (shravika).
Masyarakat
Jainisme terdiri atas pendeta, biarawan/biarawati dan orang kebanyakan. Hanya
ada lima disiplin spiritual didalam jainisme. Bagi pendeta disiplin ini
benar-benar ketat, kaku dan sangat fanatik untuk dilaksanakan. Sementara untuk
umum hal itu bisa di modifikasi. Kelima sumpah disebut “sumpah besar”
(maha-vrta), sementara bagi orang umum disebut ‘sumpah kecil’ (anu-vrta).
Kelima sumpah tersebut adalah :
- Ahimsa (Non kekerasan),
- Satya (kebenaran di dalam pikiran),
- Asteya (Tidak mencuri),
- Aparigraha (ketakmelekatan dengan pikiran, perkataan dan prbuatan). Dalam hal penganut umum aturan ini bisa dimodifikasi dan disederhanakan
- Brahmacharya (berpantang dari pemenuhan nafsu baik pikiran, perkataan maupun perbuatan).
Jaina
mengklasifikasikan pengetahuan menjadi :
- Pengetahuan langsung (aparoksa) yang terbagi menjadi
- Avadhi jnana adalah kemampuan melihat hal-hal yang tidak nampak oleh indra.
- Manahparyaya jnana adalah telepathi.
- Kevala-jnana adalah kemahatahuan.
- Pengetahuan antara (paroksa).; yang terbagi menjadi :
- Mati yang mencakup pengetahuan perseptual dan inferensial
- Sruta yang berarti pengetahuan yang diambil dari otoritas., dan merupakan tiga jenis pengetahuan langsung
Disamping
kelima pengetahuan benar tersebut diatas, ada juga tiga pengetahuan salah,
yaitu : Samshaya atau keragu-raguan,Viparyaya atau kesalahan Anandhyavasaya
atau pengetahuan salah melalui kesamaan.
Pengetahuan
dibagi lagi menjadi dua jenis,
- Pramana atau pengetahuan tentang suatu benda seperti apa adanya
- Naya atau pengetahuan tentang suatu benda didalam hubungannya dengan yang lainnya. Naya berarti titik pandang atau pendapat dari mana kita membuat pernyataan tentang sesuatu . Semua kebenaran adalah relatif terhadap pandangan kita. Pengetahuan parsial merupakan salah satu aspek yang tak terhitung banyaknya tentang suatu benda disebut “naya” . Terdapat tujuh naya yang empat pertama adalah artha-naya, kemudian tiga terakhir disebut sabda-naya.
Dalam
beberapa hal doktrin Mahavira amat mirip dengan ajaran Buddha dan Hindu. Kaum
Jain percaya bahwa apabila jasad manusia mati, sang Jiva tidaklah ikut-ikutan
mati bersama sang jasad tapi beralih (reinkarnasi) ke badan lain (tak perlu
badan manusia) Doktrin perpindahan Jiva ini adalah salah satu dasar pemikiran
faham Jainis. Jainisme juga percaya kepada karma, doktrin tentang etika
konsekuensi dari sesuatu perbuatan akan menimpanya pula di masa depan. Untuk
mengurangi bertambahnya beban dosa pada Jiva, yakni dengan cara menyucikannya,
yang merupakan tujuan utama dari ajaran agama Jain. Mahavira mengajarkan, hal
ini bisa dicapai dengan cara menjauhi kesenangan. Khusus buat pendeta-pendeta
Jain, dianjurkan melaksanakan hidup dengan kesederhanaan yang ketat. Adalah suatu
kemuliaan apabila seseorang membiarkan dirinya mati kering-kerontang kelaparan.
Kaum
Jain menghormati kemerdekaan setiap makhluk hidup, dan juga memahami saling
ketergantungan di antara semua makhluk dan ketergantungannya dengan lingkungan
dimana mereka hidup. Perusakan yang tidak perlu akan ketiga hal ini berpengaruh
negatif pada Jiva yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhinya. Dan
sesungguhnya kita tahu bahwa ia berpengaruh jangka panjang pada ekologi.
Artikel
selanjutnya :
.......
semua kehidupan mempunyai Jiva yang abadi ........... setiap kehidupan , betapapun primitifnya, adalah juga sebuah
Jiva. ......... setiap kehidupan , betapapun primitifnya, adalah juga sebuah Jiva.
Bagi Jains, setiap Jiva terkait dengan sesuatu, dan terlibat dalam putaran
kelahiran dan kematian sejak awal. Jiva tidaklah muncul dari sesuatu yang
sempurna, yang kemudian terlibat dalam perputaran kelahiran dan kematian.
........ Penganut Jainisme menolak makanan yang diperoleh dengan kekerasan.
Penganut yang mematuhi aja
Compiled By: I Dewa Putu Sedana, Drs, MBA.
Belum ada Komentar untuk "KEPERCAYAAN JAINISME , AGAMA ATHEIS - 2"
Posting Komentar