Baha’i di Indonesia
Penyebaran
agama Baha’i di Indonesia dilakukan oleh pedagang dari Persia dan Turki bernama
Jamal Effendy dan Mustafa Rumi di Sulawesi sekitar tahun 1878. Dari Sulawesi,
ajaran ini menyebar ke tempat lain. Menurut
Amanah Nurish, ajaran Baha’i di Indonesia dibawa oleh seorang dokter dari Iran
yang datang ke Mentawai, Sumatera, untuk menjadi relawan membantu orang miskin,
pada 1920. Dari waktu ke waktu, dia berhasil menyampaikan iman Baha’i sebagai
gerakan keagamaan baru di Indonesia, sehingga menyebar ke pulau-pulau lain
seperti Kalimantan, Jawa, Bali, dll.
Pada
15 Agustus 1962, Presiden Sukarno mengeluarkan Keppres No. 264/1962 yang
melarang organisasi Baha’i bersama organisasi-organisasi lainnya seperti : Liga Demokrasi, Rotary Club,
Divine Life Society, Vrijmet, Selaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral
Rearmament Movement, Ancient Mystical, dan Organization Of Rucen Cruisers
(AMORC). “Keputusan
itu dikeluarkan karena Sukarno menilai paham Baha’i tidak sesuai dengan kepribadian
Indonesia, menghambat revolusi, dan bertentangan dengan cita-cita sosialisme
Indonesia.
Setelah
era reformasi, paham Baha’i dapat bernapas lagi. Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Keppres No. 264/1962 dengan Keppres No.
69/2000. Dengan demikian, Gus Dur mengakui secara konstitusional keberadaan
ajaran Baha’i dan memperbolehkan menjalankan aktivitas keagamaannya. Pemeluk agama Baha’i di Indonesia,
tersebar di Banyuwangi (220 orang), Jakarta (100 orang), Medan (100 orang),
Surabaya (98 orang), Palopo (80 orang), Bandung (50 orang), Malang (30 orang),
dll.
Dalam Baha’i dikenal konsep wahdatul wujud, menyatunya manusia
dengan Tuhannya (itu sama dengan kepercayaan sufi yang ditokohi oleh Ibnu Arabi). Mereka juga
mempercayai reinkarnasi, keabadian alam semesta.
Kitab Suci
Kitab sucinya bernama Al Aqdas. Kitab Suci yang mengandung kebanyakan hukum
Bahá’í, Kitáb-i-Aqdas (“Kitab
Tersuci”), diturunkan di ‘Akká. Pada tahun 1892 Bahá’u’lláh wafat di
Bahjí dekat ‘Akká, tempat yang menjadi Kiblat agama Bahá’í.
Pendiri Agama Baha’i
Agama Bahá’í menganggap para "Perwujudan
Tuhan" itu, yang telah menjadi pendiri agama-agama besar di dunia, sebagai
wakil Tuhan di bumi dan pembimbing utama umat manusia . Menurut ajaran Bahá’u’lláh, semua perbedaan dan
pembatasan yang berkaitan dengan wahyu mereka masing-masing telah ditentukan oleh Tuhan sesuai
dengan kebutuhan misinya. Oleh karena itu, orang-orang Bahá’í tidak meninggikan
salah satu Perwujudan di atas yang lainnya, tetapi menganggap, dalam kata-kata
Bahá’u’lláh, bahwa mereka semua "berdiam dalam kemah yang sama, membubung
di langit yang sama, duduk di atas takhta yang sama, mengucapkan sabda yang
sama, serta mengumumkan Agama yang sama".
Pada tahun 1850 Sang Báb dihukum mati dan dieksekusi di kota Tabríz pada
usia 30 tahun.. Jenazahnya diambil oleh para pengikutnya secara
diam-diam, dan akhirnya dibawa dari Iran ke Bukit Karmel di Palestina (sekarang Israel ) dan dikuburkan di suatu tempat yang ditentukan oleh Baha'ullah Makam Sang Báb kini menjadi tempat berziarah yang
penting bagi umat Bahá’í
Masa Bahaullah berakhir dg
meninggalnya pada 16 Mei 1892, Dalam
surat wasiat-Nya, Baha’u'llah menunjuk putra sulung-Nya, ‘Abdul-Baha, sebagai
suri teladan Agama Baha’i, Penafsir yang sah atas Tulisan Suci-Nya, serta
pemimpin Agama Baha’i setelah Baha’u'llah wafat. Pada tahun 1911-1913 ‘Abdul - Baha melakukan perjalanan ke
Mesir, Eropa dan Amerika. Dia mengumumkan misi Baha’u'llah mengenai perdamaian
dan keadlian sosial kepada para jamaah semua agama, berbagai organisasi
pendukung perdamaian, para pengajar di universitas-universitas, para wartawan,
pejabat pemerintah, serta khalayak umum lainnya.
‘Abdul-Baha,yang mati pada tahun 1921,
dalam surat wasiatnya menunjuk cucu tertuanya Shoghi Effendi Rabbani, sebagai
Wali Agama Baha’i dan penafsir ajaran agama ini. Hingga wafatnya pada tahun
1957, Shoghi Effendi menterjemahkan banyak Tulisan Suci Baha’u'llah dan
‘Abdul-Baha ke dalam Bahasa Inggris dan menjelaskan makna dari Tulisan-tulisan
suci. Ia juga membantu didirikannya lembaga-lembaga masyarakat Baha’i yang
berdasarkan pada ajaran Baha’i di seluruh penjuru dunia. ‘Abdul-Baha dan Shoghi
Effendi dengan setia telah menuntun Agama Baha’i sesuai dengan ajaran-ajaran
Baha’u'llah. Tida ada sekte ataupun aliran didalam Agama Baha’i.
SUMBER : (Dicantumkan pada Artikel
Agama Baha’I yang terakhir)
Compiled : IDP Sedana,
BACA JUGA, KLIK DIBAWAH INI :
BACA JUGA, KLIK DIBAWAH INI :
Ajaran Bah'ullah Agama Bahai 3 |
Intisari Agama Budha 1 |
Peninggalan Prabu Kalianget |
Intisari Agama Hindu 1 |
Gelombang Otak dan Meditasi 1 |
Belum ada Komentar untuk "KITAB SUCI AGAMA BAHA’I, - 2"
Posting Komentar