POKOK-POKOK AJARAN SIWA SIDHANTA
Ajaran Siwa Siddhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka utama yaitu :
Tattwa, Susila dan
Upacara keagamaan. Tatwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran Siwa
Tattwa. Di dalan Siwa Tattwa, Sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam
lontar Jnana Siddhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang
bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara - Bhatari.
Sa eko bhagavan
sarvah, Siwa karana karanam, dst
Artinya :
Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa, ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.
Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa, ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.
Rsi Markandeya
Selain ajaran
ke-Tuhanan, ajaran Siwa Siddhanta juga memuat beberapa ajaran diantaranya
ajaran tentang Atma yang sesungguhnya berasal dari Bhatara Siwa dan akan
kembali kepada-Nya juga, ajaran Karma Phala yang berkaitan dengan Punarbawa
atau siklus reinkarnasi, ajaran pelepasan yang berkaitan tentang Yoga dan
Samadhi. Terdapat pula ajaran tata susila yang erat hubungannya dengan ajaran
Karma Phala. Tumpuan dari ajaran tata susila itu adalah Tri Kaya Parisuddha
yaitu Manacika Parisuddha (berfikir yang benar), Wacika Parisuddha (berbicara
yang benar) dan Kayika Parisuddha (berbuat yang benar),
PENERAPAN SIWA SIDDHANTA
Ajaran Agama Hindu yang dianut sebagai warisan nenek moyang di Bali
adalah ajaran Siwa Siddhanta yang kadang – kadang juga disebut Sridanta. Siddhanta
artinya akhir dari sesuatu yang telah dicapai, yang maksudnya adalah sebuah
kesimpulan dari ajaran yang sudah mapan. Ajaran ini merupakan hasil dari
akulturasi dari banyak ajaran Agama Hindu. Didalamnya kita temukan ajaran Weda,
Upanisad, Dharmasastra, Darsana (terutama Samkya Yoga), Purana dan Tantra.
Ajaran dari sumber – sumber tersebut berpadu dalam ajaran Tattwa yang menjadi
jiwa atau intisari Agama Hindu di Bali.
Siwa Siddhanta
dalam pelaksanaannya di Bali terdapat
relasi antara manusia dengan Tuhan. Relasi ini diwujudkan dalam bentuk bakti
sebagai wujud Prawrtti Marga. Tuhan dipuja sebagai saksi agung akan semua
perbuatan manusia di dunia. Tuhan yang memberikan berkah dan hukuman kepada
semua mahluk. Di Bali, bhakti kepada Tuhan direalisasikan dalam berbagai
bentuk. Untuk orang kebanyakan, bhakti diwujudkan dengan sembahyang yang
diiringi dengan upakara. Upakara artinya pelayanan dengan ramah diwujudkan
dengan banten. Upakara termasuk Yajna atau persembahan suci.
Sembahyang
Baik sembahyang maupun persembahan Yajna memerlukan tempat pemujaan.
Pemangku, Balian Sonteng dan Sulinggih mengantarkan persembahan umat kepada
Tuhan dengan saa, mantra dan puja. Padewasan dan rerainan memengang peranan
penting, yang mana pada semua ini ajaran sradha kepada Tuhan akan selalu tampak
terwujud. Demikian juga misalnya saat Bhatara Siwa sebagai Dewata Nawa Sanga
diwujudkan dalam banten caru, beliau disimbulkan pada banten Bagia Pula Kerti,
beliau dipuja pada puja Asta Mahabhaya, Nawa Ratna dan pada kidung beliau
dipuja pada kidung Aji Kembang. Bhatara Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam
berbagai Puja, Mantra dan saa, ditulis dalam aksara pada rerajahan dan juga
disimbulkan pada alat upacara serta aspek kehidupan beragama lainnya.
SIWA SIDDHANTA DALAM KEHIDUPAN DI BALI
Tempat – tempat
pemujaan menunjukkan tempat memuja Bhatara Siwa dalam manifestasi beliau. Beliau
dipuja sebagai Siwa Raditya di Padmasana, dipuja sebagai Tri Murti di sanggah,
paibon, Kahyanga Desa dan kahyangan jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai tempat
sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan berada dimana – mana.
Demikinalah orang Bali menyembah Tuhan disemua tempat, di Pura Dalem, Pura
Desa, Pura Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Peteluan, Setra, Segara, Gunung,
Sawah, Dapur dan sebagainya. Disamping itu diberbagai tempat Tuhan dipuja
sebagai Dewa yang “Ngiyangin” atau yang memberkati daerah pada berbagai aspek
kehidupan, seperti Dewa Pasar, Peternakan, Kekayaan, Kesehatan, Kesenian, Ilmu
Pengetahuan dan sebagainya.
Dengan demikian bsolu tidak ada aspek kehidupan orang Bali yang lepas dari Agama Hindu. Dalam pemujaan ini Tuhan dipuja sebagai Ista Dewata, Dewa yang dimohon kehadirannya pada pemujaannya, sehingga yang dipuja bukanlah Tuhan yang bsolute sebagai Brahman dalam Upanisad atau Bhatara Siwa sebagai Parama Siwa, namun Tuhan yang bersifat pribadi yang menjadi junjungan yang disembah oleh penyembahnya. Ista Dewata ini dipandang sebagai tamu yang dimohon kehadirannya oleh hambanya pada waktu dipuja untuk menyaksikan sembah bakti umatnya. Oleh karena itu Tuhan dipuja sebagai “Hyang” dari aspek – aspek kehidupan yang rasa kehadiran-Nya sangat dihayati oleh hambanya sama seperti penghayatan umat terhadap aspek kehidupan tersebut. Apapun yang dipersembahkan, maka itu adalah sesuatu yang terbaik menurut para penyembah-Nya. Akibat dari semua itu adalah adanya variasi dan pelaksanaan hidup beragama di Bali.
Sang Hyang Acintya
Namun inti dari prinsip ajaran agama Hindu adalah sama, yaitu Tuhan yang ada dimana - mana sama dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menampakkan diri dalam berbagai wujud dan pandangan penyembah-Nya, yang abstrak dihayati melalui berbagai bentuk.
Sumber :
Pada artikel Hewan Untuk Yadnya, Siwa
Siddhanta (4)
Compiled
: I Dewa Putu Sedana
BACA JUGA :
Otak dan Spiritual |
Tubuh Manusia dan Latihan Spiritual |
Vibrasi Warna Tubuh 1 |
Agama Bahai Aliran Sesat 1 Hewan Untuk Yadnya , Siwa Sidhanta 4 |
Belum ada Komentar untuk "POKOK-POKOK AJARAN SIWA SIDDHANTA (3)"
Posting Komentar