Lontar Taittiriya Upanisad mengatakan bahwa badan manusia terdiri dari lima lapisan yang disebut Panca Maya Kosa. Adapun bagian-bagiannya adalah sebagai beriku:
1.
Anamaya Kosa adalah lapisan badan manusia yang berasal
dari makanan.
2.
Pranamaya Kosa yaitu lapisan tenaga.
3.
Manomaya Kosa yaitu lapisan pikiran
4.
Wijnanamaya Kosa yaitu lapisan kebijaksanaan
5.
Anandamaya Kosa yaitu lapisan kebahagiaan
Lapisan-lapisan inilah yang kemudian
digambarkan dengan kajang dalam upacara Ngaben.
Kajang merupakan simbol atman yang dilukiskan dengan aksara dan gambar-gambar suci, penggunaan kajang ini dalam upacara pengabenan adalah diletakkan diatas jenazah/petinya seperti selimut, yang diusung menggunakan wadah/bade,pada saat pemberangkatan jenazah menuju kuburan (Setra/Patunon), dan nantinya akan dibakar bersama jenazah. Sebelum dapat digunakan sesuai dengan nilai spiritualnya harus dilaksanakan upacara Ngajum (Masupati) Kajang. Setelah selesai ngajum kajang barulah kajang ini dinyatakan telah memiliki nilai spiritual atau daya magis. Kajang seperti sebuah KTP. Sebagai simbul tubuh manusia, serta segala pembentuk tubuh manusia, yang diwujudkan dalam bentuk aksara atau gambar yang dibuat diatas kain kasa (kafan).
Kajang ini sesungguhnya ada dua macam, yaitu :
1. Kajang
Siwa adalah kajang yang diperoleh dari Sang Sulinggih (Pedanda, Sri Empu,
Dukuh, Bhagawan, dll) yang muput upacara bersangkutan.
2. Kajang
Kawitan adalah kajang yang diperoleh dengan cara nunas kepada Bhatara Kawitan
di Pura Kawitan warga masing-masing. Kajang Kawitan ini akan berbeda antar
setiap soroh. Di masyarakat sering ada kekeliruan pemahaman mengenai Kawitan,
yang dikatakan berada di Timur. Kawitan di Timur itu maksudnya adalah Betara
Surya/Betara Siwa, (sebagai Sang
Pencipta). Kalau dalam keseharian
disebutkan kawitan di timur (mungkin di Karangasem, Bangli, Klungkung atau
Gianyar),maksudnya adalah sesuai
lelintihan atau keturunan,trah).
Ida
Pedanda Gede Kaca menjelaskan mengenai Kawitan yang menyatakan, berdasarkan sastra,kita
mempunyai 4 (empat) Kawitan yaitu :
1. Bhur
( di Sorga ),Sang Hyang Widi Wasa, yang merupakan kawitan kita yang pertama. Kawitan
berasal dari kata wit/asal-usul, yang tercipta ke dunia, yang
terdiri dari :
a. Tumbuh-tumbuhan,
yang memiliki Bayu (energi untuk hidup).
b. Binatang,
yang memiliki bayu, sabda, (energi untuk hidup dan bisa bersuara).
c. Manusia,
yang memiliki bayu, sabda, idep , (energi untuk hidup, bisa bersuara dan
memiliki daya pikir). Jadi pohon-pohonan
dan binatang merupakan saudara kita lahir ke bumi,makanya kita disebut mahluk
yg paling sempurna,dari yg kurang sempurna.
2. Bwah
(ring Dalem),inilah kawitan kita setelah Sang Hyang Widhi. Itulah sebabnya bila
kita mendak kawitan purusa predana, agar mendak di Pura Dalem Puri (menurut lontar Tutur Anda Tattwa), sekarang
masing-masing Desa Adat sudah memiliki Pura Dalem. Tempat berstananya
Betari.Durga.
3. Swah
( ring Rong tiga), linggih kawitan Siwa
guru, BetaraHyang Guru, Brahma, Wisnu, Siwa/ Paramatma,Siwatma,Sanghyang
Susudatma), pedagingan tetiga, barak, selem, putih).
4. Kawitan
secara nyata, orang tua kita (ibu dan
bapak sebagai guru rupaka).
Memandikan Jenasah
Kajang memiliki nilai spiritual sebagai tanda
restu dari sanak keluarga, Sang Sulinggih, dan Bhatara Kawitan terhadap
kepergian Sang Lina (yang meninggal) untuk manunggal dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Identitas
persaudaraan di alam sana tidak ditentukan lagi oleh kelahiran dari ibu yang
sama, dadia yang sama, melainkan dari kajang kawitan tersebut. Identitas kajang
kawitan yang mempersatukan kita nanti dengan saudara-saudara kita. Selain itu,
kajang kawitan juga menuntun supaya orang kembali kehakikatnya. Sekecil apapun
upacara pengabenan, kajang menjadi sebuah keharusan karena merupakan sebuah
identitas.
Sedangkan apabila ada semeton yang meninggal
dunia hanya mependem/ megeseng/ mekingsan di Gni, kajang yang digunakan adalah Kajang
yang dirajah atau ditulis dengan sarana upakara tetukon yang selanjutnya
mendapat Lingga tangan (tapak tangan) dan diakukan pemlaspasan oleh
seorang Sadhaka / Sulinggih (Brahmana Dwijati). Jumlah kajang (angkeb) ditentukan
dari Bhisama masing-masing kawitan
sesuai dengan :
1. Profesi
2. Jabatan orang yang meninggal (sang mati; sang putus) tersebut selama dia hidup, yang mana
kajang kawitan akan berada pada tumpukan teratas dari sekian angkeb kajang yang
dipergunakan.
Berdasarkan aksara suci, kajang dibedakan :
1. Kajang
Klasa: kajang dari sulinggih untuk alas kajang utama
atau kajang pemijilan.
2. Kajang
Pemijilan atau Kajang Utama: kajang yang dibuat
sulinggih, ditaruh paling atas. Kajang ini yang akan diajum bersama ukur.
3. Kajang
Sari: kajang dari dadia atau keluarga terdekat. Ditaruh
dibawah kajang utama.
Kajang juga terbagi menjadi 9 yaitu :
1. Kajang
tapakan pelinggihan Sang Hyang Atma.
2. Kajang
kulit/wangsa
3. Kajang
Jagra Pada (penyadaran Sang Hyang Atma menuju ke kamoksan).
4. Kajang
Parimana untuk jalan Sang Hyang Atma ke
Nirbana/swarga/kembali ke Sang pencipta.
5. Kajang
Sari memuat dasaksara manusia.
6. Kajang
kawitan, pengembalian Sang Hyang atma ke kawitan yaitu Sang Pencipta (Sang
Hyang Widi wasa).
7. Kajang
guungan Sang Hyang Atma/rumah Sang Hyang Atma.
8. Kajang
Kwangen berisi uang kepeng 47 biji.
9. Kajang
pengawak simbul Sang Hyang Atma , memakai uang kepeng 125 biji.
Kesembilan Kajang ini sesuai dengan lontar Pitra
Puja dan lontar Sawa Wedana,, Lontar
Puja Sawadhana, Lontar Dharma Tatwa, maupun lontar yang lainnya. Dalam upacara
pengabenan, ada tiga syarat yang wajib dipenuhi :
1. Menggunakan
kajang merupakan syarat pertama
2. Syarat
kedua memakai tirtha pengentas/penglambung
3. Syarat
ketiga tirta penglepas, memuat dua kitir yang bertuliskan Ong Ung Mang Ang, kemudian diisi arca dana bertuliskan
sesuai dengan wangsa/kawitan. Kertas kitir dan Arca dana ditulis pada kertas Ulantaga, tidak
diperkenankan memakai kertas biasa, serta memuat bekal yang meninggal,
bertuliskan: Ong I A Ka Sa Ma Re La We Ye Ung diatas tembaga.
TANTRA PEMUJAAN KEPADA SHAKTI, Klik Disini
Kajang menurut pemakainya (wangsa), dibedakan menjadi :
1.
Kajang Brahmana,
2.
Kajang Ksatrya,
3.
Kajang Wesya,
4.
Kajang Sudra,
5.
Kajang Pasek,
6.
Kajang Pande, dll.
Kajang soroh: atau kajang sesuai kawitan
masing-masing. Kajang ini selanjutnya menjadi Kajang
Utama. Misalnya kajang Brahmana terdiri dari berbagai jenis misalnya,
1.
Kajang
Brahmana Putus,
2.
Kajang
Brahmana Utama,
3.
Brahmana
Walaka.
Kajang Kesatrya
:
1.
Kajang
Kesatrya Utama,
2.
Kajang
Kesatrya Anyakra Werti,
3.
Kajang
Kesatrya Waisya Putus,
4.
Kajang
Prasatria dan lain sebagainya.
Dalam kajang dilukiskan aksara Ang (purusa) dan
Ah (material), sementara aksara-aksara lainnya hanya sebuah variasi tergantung
kreativitas keturunannya.
Pemguburan Jenasah
PEMBUATAN KAJANG
Bisa nyurat kajang mengandung
makna adalah mampu menyurat, artinya memiliki kemampuan nyastra, menguasai
huruf modre.
Dadi
(boleh),
mengandung makna boleh, siapa yang boleh tentunya dengan batasan mereka yang
sudah mewinten, paling tidak sudah mewinten saraswati.
Patut, mengandung makna bahwa
sepatutnya kita semua sebagai warih beliau yang harus nyurat kajang kawitan
untuk keperluan keluarga kita.
Bagi para
Sulinggih, atau sang Dwijati, yang pantas nyurat Kajang, hendaknya terlebih
dahulu memahami aksara modre dan sejenisnya. Sebelum Kajang kasurat (ditulis)
dalam selembar kain kasa, terlebih dahulu ditulis dalam batin kita. Tempatkan
Aksara Rwabhineda dengan baik dan benar serta dilatih agar benar-benar membatin
dalam kemanunggalan. Pahami betul permainan aksara baik dalam pelukun aksara
dan peringkesannya sehingga dapat menempatkan Kajang dalam diri menggantikan
kerudung maya yang selama ini mengikat. Berfungsi dan tidaknya Kajang sangat
tergantung pada orang yang Nyurat. Kajang dibuat pada hari H, tidak boleh diinapkan
dan beliau juga yang akan menyatukan Kajang tersebut ke jasad, sesuai dengan Weda Pitra Puja, dan dilaksanakan juga upacara
ngajum sawa, yang maksudnya banyak dari
keluarganya yang akan memberikan jalan
kepada orang yang meninggal, dengan cara ditusuk-tusuk dengan jarum, agar yang
bersangkutan memperoleh tempat yang baik, sesuai dengan asuba
karmanya
Kajang tidak boleh dibuat oleh sembarang orang.
Kajang dibuat dan dipelaspas oleh sang sulinggih atau sang dwijati yang mana
untuk membuat sebuah sastra suci dan sakral seperti kajang diperlukan kesucian
bathin dari yang membuatnya. Orang yang berhak membuat adalah Sang Sulinggih
(dwijati), orang yang ditunjuk/mendapat anugrah dari Sulinggih untuk nyurat
kajang, atau pemangku kawitan.
Oleh
karena itu, orang yang menulis Kajang adalah orang yang sudah melewati proses
pawintenan dan belajar nyastra atas bimbingan guru (sulinggih). Hal terpenting
selain berguru adalah mendapat anugerah dari Hyang Bhatari Durga. Pemangku atau welaka,
tidak diperkenankan nyurat Kajang, karena kegunaannya sangat sakral, (bisa dan boleh sangat berbeda), hendaknya
jangan sampai dilaksanakan untuk kepentingan pribadi, bisnis semata, agar tren
yg keliru jangan terus dilaksanakan, ila-ila dahat (sangat tidak baik), Sang
Hyang Atma sulit mendapatkan tempat yg layak, dan bila nanti menitis ke marca
pada (alam material), akan mengusak asik keluarga. Sulinggih dan Pemangku yang Masupati Kajang Kawitannya.
Ngaben
Sadhana laku tatkala menulis atau
nyurat Kajang.
Pada umumnya, kajang diberikan oleh Pandita
yang menjadi Nabe atau Guru Kerohanian. Selain itu, kajang juga dapat diperoleh
dari Pura Kawitannya dan dari keluarga dekat. Karena badan itu sangat penting
sebagai kendaraan Atman menuju alam Niskala. Sebagai badan pengganti tentunya
sangat diharapkan badan itu badan yang searah dengan sifat-sifat suci Atman.
Dengan demikian antara wadah dan isinya menyatu.
Ada
beberapa aturan yang harus dilakukan.Terpenting adalah ketika nyurat aksara
biasanya aksara Ang dan Ah ditulis dengan penuh konsentrasi dan fokus pada
Sakti sebagai manifestasi Durga Dewi. Kemudian, tattkala aksara tersebut
ditulis, penulis Kajang hendaknya mampu menempatkan Ang pada dada, yakni
tuntungin hati dan aksara Ah pada pangkal lidah, sehingga yang menulis Kajang
dapat dinyatakan sebagai Manusa Sakti yang mendapatkan anugrah Dewi Durga untuk
mengurai sang roh dari segala bentuk ikatan. Sebagaimana hal itu disebutkan
dalam teks “…,pupusuh, mu, ring, ati. Ungsilan, mu, ring ampru. Tuntungin ati,
mu, ring wiiting ati. Mawak Brahma, Wisnu, Iswara. Matemahan manusa Śakti ,
manusa Śakti ne, mawak Bhaṭāri , Ang, ring dadha, Ah, ring witing lidah, ya ta
patemuang, ika atepang,maka matunggalan maring Bhaṭāri Durga,…”
Untuk upacara ngaben yang dilengkapi
dengan naga banda, disebutkan bahwa
pada hari pabersihan, Naga Banda tersebut, bersama-sama kajang, bade dan
perlengkapan pelebon lainnya dipelaspas
dan diurip (atau
"dihidupkan"), pada saat menjelang pemberangkatan ke
tunon (tempat pembakaran),
Naga Banda dipanah oleh
Ida Pandita yang muput karya (pemimpin
upacara). |
(oleh
Ida Pandita Mpu Daksa Yaksa Acharya Manuaba.)
1. Siapkan sebuah asagan (bale, meja)
dg kasur kecil, tikar dan bantal. tikar dirajah Padma
ditengah padma ditulis aksara: Ongkara Mertha dan Aksara Rwa Bhineda.
Diatas bale2 diletakkan kajang. Disamping bale ditaruh banten: ayaban tumpeng
5, sesayut alit, suci, daksina gde, sorohan, banten pemelaspas, peras pemelaspas, sesayut pasupati, pesucian.
2. Siapkan sarana Ngajum Kajang: kain
putih, selembar kain cepuk, kajang klasa, kajang
pemijilan, kajang sari, ukur, jarum, kwangen, sekar
ura, rurub sinom, rantasan, minyak wangi.
3.
Letakkan kain kasa 1,5 – 2 m diatas
tikar sbg alas kajang sekaligus sbg pembungkus
4.
Diatas kain cepuk ditaruh Kajang Klasa
5.
Diatasnya kajang sari (bila ada)
(kajang dari dadia)
6. Diatasnya kajang Pemijilan (dari
sulinggih). Kajang Pemijilan ini kajang inti (kajang
utama) yang akan di Ajum.
7. Ukur. Untuk laki2: Seleh (sisi pis
bolong yang berisi dua huruf) menghadap keatas. Untuk
wanita Kerep (empat huruf) menghadap keatas. Membuat
ukur harus memperhatikan Seleh dan Kerep.
Ngajum dimulai dengan :
1. Menusukkan jarum pada kajang
melalui lubang uang kepeng sehingga ukur menyatu dengan
kajang seperti dijarit. Diawali oleh penglingsir pemangku/
pinandita menusuk pada bagian kepala. Yang lebih muda dari yang
diaben tidak boleh menusuk pada bagian kepala.
2. Dilanjutkan pebersihan dengan air
kumkuman, keramas, sisig, minyak wangi, boreh miik
seperti memandikan orang meninggal. Lanjut menghias
kepala ukur dengan bunga.
3. Memasang kwangen seperti upacara
nyiramang layon, di kepala 1, ulu hati 1, kedua siku, bahu,
pergelangan tangan, pangkal paha, lutut, pergelangan
kaki.
4. Ditabur sekar rura diatas ukur,
semprotkan minyak
wangi. (sekar rura: macam2 bunga, kembang rampe, boreh
miyik).
5.
Memasang rurub sinom (dari blangsah
pinang) sebanyak 3 buah (kepala, badan, kaki).
6.
Menaruh rantasan diatasnya dan
canang sari diatas rantasan.
7.
Pemangku memercikkan tirta
penglukatan, pebersihan, prayascita.
8.
Melaspas kajang.
9. Sulinggih memberi tirta Pengajuman
(tirta pasupati kajang) dan Tirta Saji. Bersamaan dengan pemujaan
sulinggih membuat tirta-tirta: pengajuman kajang, tirta
penembak, tirta pengentas, tirta prelina, tirta penyaeb,
tirta penganyutan dan lain-lain.
10 Setelah ngetisang tirta pengajuman, tirta pasupati kajang,
rurub sinom dan rantasan diambil sementara lalu dilanjutkan
ngeringkes kajang. Kain putih tiga lembar paling bawah
sebagai pembungkus. Sama seperti ngeringkes jenasah,
laki: kain pembungkus sisi kanan menutup, wanita:
pembungkus sisi kiri menutup. Pembungkus diikat
dengan benang tukelan dan tali rotan di tiga tempat,
kepala, dada dan kaki. Ketiga ikatan itu disambung
dengan benang memanjang. Rurub sinom kembali dipasang.
11 Setelah Ngaskara Adegan selesai, dilanjutkan upacara
pemerasan. Kajang dan adegan dipanggul mengelilingi banten
pemerasan sebanyak tiga kali diikuti oleh sanak
keluarga.
1 Kajang ditaruh diatas peti jenasah di Bale Semanggen. Nantinya
akan dibawa ke setra untuk dibakar.
BACA JUGA, KLIK DIBAWAH INI :
2. Makna dan Fungsi Kajang (2)
3. Prosesi Memandikan Jenasah Umat Hindu di
Bali
Sampun becikniki
BalasHapusSuksme dados titiang nunas gambar kajang Pasek gegel