Om, Swastyastu
Kajang yang biasa digunakan sebagian besar ditulis dengan aksara Bali, juga diisi rerajahanseperti bedawang nala, naga atau yang lainnya. Kegunaan Kajang adalah sebagai sarana untuk mengembalikan manusia ketingkat kesadarannya. Disamping itu Kajang juga sebagai simbul roh manusia. Aksara suci yang digunakan untuk merajah pada kain putih kajang adalah aksara suci yang disebut Dasaksara. Dasaksara merupakan lambang urip bhuwana, simbol kemaha-kuasaan Tuhan. Lapisan-lapisan yang membungkus atman dilukiskan dalam kajang tersebut. Lontar Wrhaspati Tattva mengatakan badan manusia terdiri dari tiga badan yang disebut Tri Sarira yaitu Stula Sarira, Suksma Sarira dan Anta Karana Sarira.
Aksara dalam Kajang bukanlah aksara sembarangan yang sekadar ditulis. Ada banyak Aksara Modre yang digunakan termasuk Aksara Rwa Bhineda yang sarat makna. Apapun jenis kajangnya, Aksara Rwa Bhineda ini selalu ada, dan letaknya harus benar-benar diperhatikan. Dalam kajang dilukiskan aksara Ang (purusa) dan Ah (material), sementara aksara-aksara lainnya hanya sebuah variasi tergantung kreativitas keturunannya. Sebab salah menempatkan Aksara tersebut maka akan membawa efek yang tidak baik pada si penulis Kajang. Bahkan konon, akan memperpendek usia si penulis (cendek tuwuh). Aksara Rwa Bhineda atau Dwiaksara memiliki kedudukan penting dalam ilmu mistik di Bali, baik Pangiwaan dan Penengen.Terlebih dalam ilmu kadyatmikan atau kelepasan, Aksara Rwa Bhineda merupakan benih aksara yang digunakan bagi mereka para pertapa sadhu untuk melepas Sang Atman dan manunggal dengan Sanghyang Paratmasiwa.
Ulon
Dalam
teks Tutur Kedyatmikan aksara Angdi Bhuwana Alit (dalam tubuh) berada di Nabi
atau di Muladharacakra. Ia mewakili aspek “panas” atau api yang menyala di
Nabi, sehingga dalam Aji Kelepasan, tubuh diibaratkan Kunda dan apinya adalah
Agnirasya yang tetap menyala dalam diri manusia. Api inilah dihidupkan dengan
mengafirmasi Aksara Ang sembari memutarnya dalam putaran prana dan pranayama,
sehingga seseorang dapat memiliki energi gaib. Ang adalah simbolisasi energi
vital manusia yang dapat memberikan kehidupan. Kemudian Aksara Ah di Bhuwana
Alit ada pada Sahasra atau empat jari di atas ubun-ubun ia mewakili energi netral
sebagai kesejukan dan amritam kehidupan yang datang dari Siwobamya Siwa.
Berdasarkan atas konsep tersebut, dalam teks bergenre Dyatmika Wisesa,struktur
Aksara Ang dan Ah secara hierarki; Ang berada di bawah dan Ah berada di
atas.Namun aksara dalam Kajang sebagai kelepasan, Ang dan Ah ditulis terbalik,
sehingga sering disebut dengan aksara mati. Aksara Ang tidak lagi ditempatkan
pada bagian bawah, tetapi Ang berada di atas ubun-ubun dan Ah ditempatkan di
bawah atau nabi. Semua jenis Kajang apapun akan dijumpai penempatan Dwiaksara
yang sama dengan penempatan terbalik. Sebab aksara Rwabhineda dengan penempatan
terbalik diyakini sebagai kekuatan melepas. Sebagaimana disebutkan dalam teks
Tutur Bhuwana Mahbah, bahwa “mayoga sanghyang Śiwa Reka, mijil Sanghyang Aksara
Ang kalawan Ah----wawu riwijil manusa lanang stri,…”, artinya ketika Sanghyang
Siwa Reka bertapa lalu munculah aksara Ang dan Ah sebagai penyebab kelahiran
manusia. Kemudian di teks yang sama juga menyebutkan bahwa kematian manusia
juga ditandai dengan “perputaran” Aksara Ang dengan Ah menjadi Ah dan Ang
sehingga terlepaslah Sanghyang Cili (baca: atma). Teks tersebut jelas
menunjukan bahwa penempatan Aksara Ah dan Ang adalah penanda bahwa jiwa
terlepas dari raganya. Olehnya para pertapa Sadhu yang mahir dalam ilmu
kelepasan hanya menggunakan dua aksara ini sebagai “kata kunci” untuk ia
mencapai kelepasan.Aksara Rwabhineda atau Dwiaksara merupakan perasan aksara
dari Dasaksara atau sepuluh aksara, yakni Sang, Bang, Tang, Aang, Ing, Nang,
Mang, Sing, Wang dan Yang. Kesepuluh aksara diperas menjadi Pancaksara, yakni
Sang, Bang, Tang, Ang, Ing yang disebut dengan Panca Brahma. Kemudian Pancaksara
diperas lagi menjadi Triaksara, yakni Ang, Ung dan Mang. Kemudian Triaksara
diperas menjadi Dwiaksara, yakni Ang dan Ah yang disebut aksara Rwabhineda.
Aksara Rwabhineda, yakni Ang dan Ah selalu ditulis dalam Kajang sebagai
simbolisasi kelepasan atau pembebasan sang roh dari belenggu Panca Mahabhuta
dan semua kosa (lapisan badan) sebagai
sarung sang roh.Apakah penempatan Dwiaksara dengan
benar dan tepat dalam Kajang akan dapat mengantarkan sang roh pada alam
kematian hingga moksa?. Dilihat dari perspektif makna lingusitik sangat mungkin, mengingat aksara merupakan
simbol yang memiliki kekuatan magis dan gaib.Terlebih mengacu kembali pada teks
Rwa Bhineda Sastra bahwa Aksara Ang dan Ah merupakan perpaduan aksara yang
berhubungan dengan Sakti sebagai kekuatan atau energi. Ketika seseorang dapat
menempatkan Dwiaksara tersebut dengan benar, maka Saktibhava akan muncul
sebagai kekuatan mencipta dan melebur. Hal tersebut tergantung jnana si penulis
Kajang sesungguhnya untuk dapat ngurip aksara tersebut, meskipun nantinya
Kajang akan diritualkan dengan prosesi sakralisasi atau pasupati.
Makna aksara suci Kajang meliputi makna
permohonan kepada Tuhan yaitu: untuk mencapai kesucian, kebahagiaan abadi, mendapat
perlindungan Tuhan. Berdasarkan atas hal tersebut,
Kajang akan menjadi berfungsi mistik, magis dan religius jika sesana nyurat dan
jnana yang menyurat terasah dengan baik. Banyak yang tidak memahami hal
tersebut, sehingga Kajang disurat tanpa terlebih dahulu mentransfer aksara
Kajang ke dalam diri. Beberapa Kajang pun dibuat dengan sistem Sablonan dan
dibuat dengan jumlah yang banyak, sehingga terkesan ada komodifikasikajang oleh
beberapa oknum. Hal tersebut akan menghilangkan taksu Kajang dengan fungsinya
sebagai media pelepasan. Sekali lagi aksara dalam Kajang sangatlah tenget
(sakral) dan salah menuliskannya berdampak pada kekuatan Kajang, bukan lagi
sebagai pelepas tetapi menyebabkan sang roh mengalami kesengsaraan di alam
kematian.
Aksara kajang terdiri dari Saddasaksara; yaitu gabungan Ongkara, dwiaksara, triaksara sertadasaksara.
Aksara pada Kajang
Bentuk aksara suci pada kajang dibedakan menjadi empat, yaitu
1. Bentuk, berdasarkan kesejarahan
aksara Bali (semua aksara suci tersebut tergolong bulat/bundar).
2. Struktur aksara, aksara suara, pengangge
aksara suara, aksara pangangge aksara wyanjana.
3. Macam aksara wyanjana/wijaksara, dibedakan
menjadi delapan, yaitu :
a.
Ekaksara
Ongkara, Pranawa "OM",
b.
Dwiaksara, Purusha Prakerti, Ang, Ah
c.
Triaksara, Ang, Ung, Mang
d.
Panca brahma, Sang, Bang,Tang,
Ang, Ing (panca brahma) sebenarnya merupakan penggalan dari suku kata pertama
dari sebutan dewa siwa yaitu sa - ba -
ta - a - i - yg nantinya dapat tambahan ardacandra, windu dan nada sehingga
berbunyi sprt panca brahma diatas, berikut ini arti dari penggalan suku kata
Panca Brahma:
sa = Sadyojata
ba = Bamadewa
ta = Tat Purusa
a = Aghora
i = Isana
e. Panca aksara, Sang, Bang,
Tang, Ang, Ing
f. Dasaksara, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.
g. Caturdasaksara, Sang, Bang,Tang, Ang,
Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, Ang, Ung, Mang, Ong. (terdiri atas Panca
Bahma + Panca Aksara + Tri Aksara dan Ongkara)
h. Saddasaksara;.
enam belas jumlahnya terdiri dari Sang, Bang , Tang , Ang, Ing , Nang,
Mang , Sing , Wang , Yang, Ang, Ah, Ang, Ung, Mang, dan Ong(kara).
HUBUNGAN DASAKSARA DENGAN LINGGIH, DEWA/BATARA SERTA WARNA
No |
Tulisan Wijaksara |
Bunyi Wijaksara |
Linggih di Buana Alit |
Linggih di Buana Agung |
Dewa / Batara |
Warna |
1 |
Sa |
Sang |
Papusuhan, Jantung (hrdaya) |
Timur (purwa) |
Hyang Iswara |
Putih |
2 |
Ba |
Bang |
Ati, Hati (yakrta) |
Selatan (daksina) |
Hyang Brahma |
Merah |
3 |
Ta |
Tang |
Ungsilan Buah Pinggang (verkka) |
Barat (pascima) |
Sang Hyang
Mahadewa |
Kuning |
4 |
A |
Ang |
Ampru, Empedu (tikta) |
Utara (uttara) |
Sang Hyang Wisnu |
Hitam |
5 |
I |
Ing |
Tengahing Ati, Pertengahan Hati (yakrt) |
Tengah (madya) |
Sang Hyang Siwa |
Nila |
6 |
Na |
Nang |
Peparu, Paru-paru (puphusa) |
Tenggara (agneya) |
Hang Hyang Maheswara |
Dadu |
7 |
Ma |
Mang |
Usus (srota) |
Barat Daya (neriti) |
Sang Hyang Rudra |
Jingga |
8 |
Si |
Sing |
Limpa, (phila) |
Barat Laut (wayabya) |
Sang Hyang Sangkara |
Hijau |
9 |
Wa |
Wang |
Ineban, kerongkongan (mahasrota) |
Timur Laut (ersania) |
Sang Hyang Sambu |
Biru |
10 |
Ya |
Yang |
Susunan rangkaian hati (yakrthrdaya) |
Tengah (madya) |
Sang Hyang Guru |
Panca Warna |
4. Aksara sebagai singkatan;atau berdasarkan tata
letak/komposisi.
Ada beberapa penggolongan kajang masing-masing memiliki aksara suci sebagai ciri pembeda: Kajang Brahmana, Kajang Ksatrya, Kajang Wesya, Kajang Sudra, Kajang Pasek, Kajang Pande, dll.
Dasaksara
Dalam
perspektif aksara hal tersebut sedikit akan berbeda. Sebab dalam Kajang ada
beberapa jenis Aksara Suci yang mengandung kekuatan sakral-magis-mistik yang
kemungkinan akan dapat melepaskan sang roh dari ikatakan panca maha bhuta
hingga mencapai kelepasan dan moksa. Karena itu, orang yang menulis Kajang
adalah orang yang sudah melewati proses pawintenan dan belajar nyastra atas
bimbingan guru (sulinggih). Hal terpenting selain berguru adalah mendapat
anugerah dari Hyang Bhatari Durga. Kemudian sadhana laku tatkala menulis atau
nyurat Kajang ada beberapa aturan yang harus dilakukan. Terpenting adalah
ketika nyurat aksara biasanya aksara Ang dan Ah ditulis dengan penuh
konsentrasi dan fokus pada Sakti sebagai manifestasi Durga Dewi. Kemudian, tatkala
aksara tersebut ditulis, penulis Kajang hendaknya mampu menempatkan Ang pada
dada, yakni tuntungin hati dan aksara Ah pada pangkal lidah, sehingga yang
menulis Kajang dapat dinyatakan sebagai Manusa Sakti yang mendapatkan anugrah
Dewi Durga untuk mengurai sang roh dari segala bentuk ikatan. Sebagaimana hal itu
disebutkan dalam teks “…,pupusuh, mu, ring, ati. Ungsilan, mu, ring ampru.
Tuntungin ati, mu, ring wiiting ati. Mawak Brahma, Wisnu, Iswara. Matemahan
manusa Śakti , manusa Śakti ne, mawak Bhaṭāri , Ang, ring dadha, Ah, ring
witing lidah, ya ta patemuang, ika atepang, - maka matunggalan maring
Bhaṭāri Durga,…”.
Sang Nyurat
Kajang, baik Sulinggih, Jero Mangku dan yang pantas hendaknya terlebih dahulu
memahami aksara modre dan sejenisnya. Sebelum Kajang kasurat (ditulis) dalam
selembar kain kasa, terlebih dahulu ditulis dalam batin kita. Tempatkan Aksara
Rwabhineda dengan baik dan benar serta dilatih agar benar-benar membatin dalam
kemanunggalan. Pahami betul permainan aksara baik dalam peringkesannya sehingga
dapat menempatkan Kajang dalam diri menggantikan kerudung maya yang selama ini
mengikat. Berfungsi dan tidaknya Kajang sangat tergantung pada orang yang nyurat.
(Dari Berbagai Sumber)
BACA JUGA, KLIK DIBAWAH INI :
2. Makna dan Fungsi Kajang (2)
3. Jenis Kajang dan Ngajum Kajang (3)
4. Prosesi Memandikan Jenasah Umat Hindu di Bali
Belum ada Komentar untuk "AKSARA SUCI PADA KAJANG (4)"
Posting Komentar