Bila kita mendengar kata Tantra, Tantrisme, Tantrayana,
Bhairawa, umumnya imaginasi kita akan melayang kepada Calon Arang, Nateng
Dirah, Pesta di kuburan tengah malam, pesta sex dan hal-hal lain yang
menyeramkan. Apakah Tantra, Tantrisme, Tantrayana itu memang suatu ajaran
rohani yang menyeramkan, menjijikkan, kita akan lihat konsep dasarnya kemudian
perkembangannya dan apakah kini Ajaran Tantra itu masih ada yang melaksanakan,
bagaimana bentuknya sekarang.
Pengertian Tantra
Tantra dari kata akar
dari bahasa Sansekerta kuno yang berarti “Memperluas, bergabung atau menenun,menjalin” dan Tra berarti “alat.” Untuk
memperluas, membebaskan, dan membawa bersama-sama. Tantrik Yogi Rhames Ji
Maharaja, mengatakan, ajaran Tantra adalah sebuah pengetahuan yang mengajarkan
tentang inti kehidupan, karena Tantra
sebagai salah satu jalan yang dapat menuntun manusia untuk mencapai Moksa. Tantra secara sederhana berarti buku atau
ajaran. Awalnya semua jenis buku disebut tantra. Yang kemudian berkembang dan disebutkan bahwa Tantra merupakan jenis teks
Shaiwa. Tantra merupakan salah satu dari
sekian banyak konsep pemujaan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, di mana manusia kagum pada sifat-sifat ke-Maha-Kuasaan-Nya sehingga manusia
memiliki keinginan untuk mendapatkan kesaktian. Melalui pelaksanaan sādhanā pūjā, bhakti dan metode yang
lainnya seseorang bisa mengelola alam dan kekuatan Tuhan sesuai dengan
keinginannya. Semua metode sādhanā pada
hakekatnya adalah Tantra. Kata ini dalam Śāstra dijelaskan sebagai berikut ”Jika
seseorang mengetahui mantra secara mendetail dan juga penggunaannya maka ia
bisa menggunakannya untuk melindungi orang-orang dari ketakutan dan melakukan
kebaikan untuk mereka”
Subramuniyaswami, Satguru Úivaya 1997, mengatakan bahwa “Tantra adalah bagian dari çaktisme, yaitu pemujaan kepada Ibu semesta. Dalam proses pemujaannya, para pemuja ‘çakta’ tersebut menggunakan mantra, yantra, tantra, yoga, dan puja serta melibatkan kekuatan alam semesta dan membangkitkan kekuatan kundalini.” Disebut çaktiisme karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah çakti. Çakti dilukiskan sebagai Devi, sumber kekuatan atau tenaga, Energi dari bala atau kekuatan. Pada sisi lain çakti juga disamakan dengan energi atau kala. Ajaran tantra mengacu kepada kitab-kitab yang pada umumnya berhubungan dengan pemujaan kepada çakti (Ibu semesta; Devi Durga, Devi Kali, Parwati, Laksmi, dan sebagainya), sebagai aspek Tuhan yang tertinggi dan sangat erat kaitannya dengan praktek spiritual dan bentuk-bentuk ritual pemujaan, yang bertujuan membebaskan seseorang dari kebodohan, dan mencapai pembebasan.
Sejarah Tantra
Ajaran Tantra ini pertama kali diturunkan
oleh Śiva dipegunungan
Himalaya, tempat salju abadi, daerah yang suci yang penuh dengan tradisi
bangsa Ārya. Śiva menurunkan
ajaran-ajaran-Nya di sana, kemudian dicatat di dalam berbagai Yāmala, Dāmara, Śiva Sutra, dan
diberbagai pustaka Tantra yang disusun dalam bentuk tanya jawab di antara
dewata dengan Shakti-Nya, yaitu dewī yang mewujudkan diri-Nya sebagai Pārvatī dan dikenal dengan Tantra Shastra. Menurut catatan Gayatri Tantra, Ganesha yang pertama kali mengajarkan
Tantra itu kepada dewayoni di Gunung Kailāsa, setelah Ganesha sendiri menerimanya
langsung dari Śiva..
Dasar-dasar paham Tantra sebenarnya telah ada di India sebelum bangsa Arya datang di India, jadi sebelum kitab Weda tercipta. Pada masa itu, di peradaban lembah Sungai Sindu, cikal-bakal paham Tantra telah terbentuk dalam praktik pemujaan oleh bangsa Dravida terhadap Dewi Ibu atau Dewi Kemakmuran. Aliran ini memusatkan pemujaan terhadap Devi/Dewi sebagai Ibu Bhairawa (Ibu Durga atau Kali). Prinsip-prinsip Tantra terdapat dalam Nigama, sedangkan praktik-praktiknya dalam buku Agama.
Tantra
dalam perkembangannya sering menggunakan simbul-simbol material termasuk simbul-simbol
erotis. Tantra sering diidentikkan dengan ajaran kiri yang mengajarkan
pemenuhan nafsu seksual, pembunuhan dan kepuasan makan daging. Padahal beberapa
perguruan Tantra yang saat ini mempopulerkan diri sebagai Tantra putih
menjadikan; mabuk-mabukan, makan daging dan hubungan seksual sebagai sadhana
dasar pantangan dalam meniti jalan Tantra.
Masuknya Saktiisme, Tantrisme dan Bhairawa di Indonesia dimulai sejak abad ke 7 melalui kerajaan Sriwijaya di Sumatera, berasal dari India selatan dan Tibet. Dari peninggalan purbakala dapat diketahui ada tiga macam Bhairawa yaitu : Bairawa Heruka yang terdapat di Padang Lawas-Sumatera barat, Bhairawa Kalacakra yang dianut oleh Kertanegara, raja Singosari-Jawa Timur serta Oleh Adhityawarman pada zaman Gajah Mada di Majapahit dan Bhairawa Bhima di Bali yang arcanya kini ada di pura Kebo Edan-Bedulu Gianyar.
MIRAS DALAM TRADISI BALI, Klik di sini
Ajaran Tantra
Ketika zaman Mahabaratha, Tantra diketahui
oleh seluruh raja dan penguasa kerajaan sebagai pengetahuan rahasia. Dalam
ajaran Tantra tidak memandang sesuatu itu kotor, baik ataupun buruk. “Dalam
Tantra semua hal yang diciptakan Tuhan adalah baik. Tidak ada hal yang
buruk dalam Tantra. Tantra juga tidak mengkotak – kotakkan hal baik dan buruk.
Yang ada hanya kita sebagai manusia dengan sudut pandang berbeda memandang
Tantra berbeda beda.
Tantrayana mengenal adanya meditasi dengan menggunakan alat berupa mandala (bagi penganut Buddha) atau yantra (bagi penganut Hindu), yakni lukisan yang berfungsi sebagai alat bantu dalam meditasi sehari-hari. Alat tersebut—dibuat dari tanah, kain, pada dinding, logam, atau batu—harus digunakan oleh mereka yang mencari pelepasan dari rangkaian siklus (lingkaran) kelahiran kembali. Penggunaan mandala/yantra ini biasanya dibarengi dengan memegang aksamala (tasbih atau rosario) oleh tangan kanan untuk menghitung mantra yang diucapkan terus menerus hingga kadang-kadang orang yang bersangkutan merasa bebas dari keadaan di sekitarnya. Tantrayana mengajarkan agar badan, perkataan, serta pikiran digiatkan oleh ritual, mantra, dan samadi.
Tantra adalah jalan spiritual dan dipraktekkan dengan udara kesucian. Sejak Tantra dipraktekkan sebagai upacara spiritual, karena dengan semua bentuk ibadah spiritual, ada sikap mengakui dan menghormati (menyembah) Ilahi. Praktek seksualitas suci berawal dari budaya kuno yang dikenal bangsa Lemurians dengan maksud mengubah pikiran duniawi, perasaan, dan energi menjadi lebih tinggi, spiritualisasi, pengalaman pribadi dari kesatuan dengan semua yang ada, yang dipraktekkan hingga saat ini. Selain seksualitas suci, ada juga penyembuhan dengan getaran, aromaterapi, dan spiritualitas. Mereka hidup selaras dengan tubuh dan jiwa dan menghormati aspek kreatif dari konsepsi maskulin dan feminine. Tantra ini bisa dibilang seni tertua seksualitas suci. Kisah nyata tentang asal-usul Kama Sutra (seni bercinta India) ditulis oleh seorang pria mulia yang melihat kehidupan terdiri dari dharma (substansi spiritual), artha (zat keuangan), dan kama (zat sensual). Kama dikatakan “kenikmatan objek yang sesuai dengan panca indera, dibantu oleh pikiran, bersama dengan jiwa.” Tujuan dari kama adalah untuk menumbuhkan cinta dan hormat untuk seseorang dengan siapa kesenangan Tantra terjalin. Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material.
Dalam tulisan-tulisan Tantra, Energy seksual dan spiritual seorang wanita yang sering disebut sebagai shakti. Dalam tradisi Hindu, Dewi/Shakti merupakan prinsip atau energi perempuan. Meskipun Shakti adalah kekuatan perempuan, kekuatan ini berada baik pada perempuan maupun laki-laki. Perempuan dipandang sebagai “wali/wakil” darie energi shakti. Menurut tulisan-tulisan Tantra kuno, kekuatan shakti tak terbatas. Setelah terbangun, kekuatan spiritual, energik, dan seksual ini dapat disalurkan secara kreatif.
Praktisi
tantra memanfaatkan prana (energi semesta) yang mengalir di seluruh alam
semesta (termasuk dalam badan manusia) untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Tujuan itu bisa berupa tujuan material, bisa
pula tujuan spiritual, atau gabungan keduanya. Setelah kebangkitan, Shakti bangkit di tulang belakang untuk bertemu Shiva, pasangan laki-lakinya,
bersama energi gabungan keduanya menciptakan "fusi kimiawi" yakni
kebahagiaan. Jadi dalam Tantra, pasangan pria dan wanita berfungsi untuk
mewakili lebih besar proses kreatif universal, sebagai hubungan antara pasangan
yang mensimulasikan kreasi dari Shakti dan Siwa.
Jika laki-laki tidak terlatih dalam seni
bercinta, air akan memadamkan api. Dengan demikian, kelembutan menghasilkan (Yin) dan
dapat menaklukkan yang keras (Yang),
seperti pepatah "sungai yang mengalir menaklukkan bagian tersulit
dari batu.". Ini mengajarkan bahwa seksualitas suci adalah cara
memperdalam keintiman dan memperluas kesadaran, cara untuk mencapai kebebasan
dari keterbatasan.
Menurut Tantra ada tiga urat saraf yang paling penting, yaitu Sushumna, Ida dan Pinggala, mulai dari Muladhara Chakra, di dasar tulang belakang. Sushumna adalah yang paling penting dari semua saraf, atau Nadi, dan ia tidak kelihatan dan sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang. Ida dan Pinggala bertemu dengan Sushumna di Ajna Chakra, titik yang terletak antara alis mata.
Ada kekuatan hebat yang sangat rahasia di dalam tubuh manusia yang disebut kekuatan Kundalini atau kekuatan ular. Ia berbaring seperti seekor ular dalam gulungan atau bentuk yang tidak aktif pada dasar dari tulang belakang di Muladhara chakra. Tiga dari saraf yang paling penting dari tubuh manusia, Sushumna, Ida dan Pinggala, juga berawal dari titik yang sama disebut Muladhara chakra.
Karena
kekuatan yang hebat ini tetap tidur ‘dormant’ selama kehidupan seseorang maka
kebanyakan orang tidak menyadari keberadaannya. Dipercayai bahwa ketika manusia
mengembangkan spiritualitas dengan meditasi atau latihan pranayama, kekuatan
ini bangkit ke atas perlahan-lahan melalui saraf Sushumna. Bergeraknya ke atas
secara perlahan dari kekuatan Kundalini ini dikenal sebagai kebangkitan dari
Kundalini. Kekuatan ini begerak ke atas secara perlahan-lahan dan mantap dalam
satu garis lurus.
Ketika melewati setiap pusat batin ‘psychic center’ orang itu akan memiliki kendali penuh atas organ-organ indriyanya. Misalnya, bila ia mencapai Manipura Chakra di seberang pusar, orang itu akan mempunyai kendali penuh atas pandangan. Tidak ada Samadhi “persatuan dengan Tuhan” yang dapat dilakukan tanpa kebangkitan kekuatan kundalini. Dikatakan bahwa kekuatan kundalini melewati keenam chakra dan akhirnya bersatu dengan Sahasrara di atas “tiara, crown” dari kepala. Ketika ini terjadi orang tersebut telah mencapai kesadaran kosmis, bentuk tertinggi dari pengejawantahan Tuhan
Para Tantrika ini memuja Brahma, tetapi sistem pemujaannya itu dilakukan sedemikian rupa, dan banyak prinsip-prinsip dan praktek-prakteknya sangat dirahasiakan. Tantra mengajarkan suatu brata yang patut dilakukan yang disebut dengan ‘Pancatattwa’ yang terdiri dari : (1) Matsya ‘memakan ikan’,(2) Mamsa ‘memakan daging’, (3) Madhya ‘meminum minuman yang menghangatkan badan’, (4) Maithuna ‘melakukan hubungan seks yang benar’, dan (5) Mudra ‘melakukan sikap tangan yang mengandung kekuatan gaib.
Sesungguhnya Pancatattwa ini adalah rasional dan alamiah serta
mengandung filosofi yang dalam. Pada prinsipnya Pancatattwa ini merupakan suatu filosofi hubungan bhuwana
agung dan bhuwana alit yang mengandung nilai selaras, serasi dan seimbang.
Kendatipun demikian, namun penerapan Pancatattwa ini sering menyimpang dari filosofinya,
dikarenakan oleh kelemahan manusia menghadapi pengaruh sad ripu, sehingga
seringkali Pancatattwa itu
diartikan sebagai Mahakamapancikam yaitu
pemenuhan lima macam nafsu yang amat besar.
BACA
JUGA, KLIK DIBAWAH INI :
1.
Tantra,
Pemujaan Kepada Çakti (2)
2.
Antakarana
Sarira, Badan Penyebab
Belum ada Komentar untuk "TANTRA, PEMUJAAN KEPADA SHAKTI (1)"
Posting Komentar