Menurut Kamus Jawa Kuna : “Tumpek” berasal dari kata “Tampa” yang artinya turun . Kata tampa mendapat sisipan Um, menjadilah kata “Tumampa”. Dari kata tumampa mengalami perubahan konsonan, menjadi kata “Tumampak” yang artinya berpijak, kemudian mengalami perubahan menjadi kata keterangan keadaan sehingga menjadi kata “Tumampek” yang mengandung arti dekat. Kemudian kata Tumampek mengalami persenyawaan huruf “M”, sehingga menjadi kata “Tumpek”. Tumpek mengandung pengertian dan makna hari peringatan turunnya kekuatan manifestasi Sang Hyang Widhi ke dunia. Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). "Tumpek Landep adalah hari suci Agama Hindu yang diperingati umat Hindu setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, sehingga dalam perhitungan kalender Bali, dalam satu tahun dirayakan dua kali, yaitu setiap hari Sabtu Kliwon wuku Landep," Tumpek Landep merupakan pujawali Bhatara Siwa dalam aspeknya sebagai Sang Hyang Pasupati penguasa alam dengan tujuan memohon ketajaman pikiran (sesuai difinisi landep yaitu lancip). Proses upacara dan upakara ditujukan di Kamulan. Tumpek Landep berkaitan erat dengan hari suci Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewanya Veda dan ilmu pengetahuan, Tumpek Landep ini dapat dikatakan perputaran pertama dari sekian hari suci tumpek-tumpek yang ada. Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris.
Pada rerainan Tumpek Landep hendaknya umat melakukan persembahyangan di sanggah/merajan serta di pura, memohon wara nugraha kepada Ida Sang Hyang Siwa Pasupati agar diberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Pada rerainan tumpek landep juga dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan leluhur. Bagi para seniman, tumpek landep dirayakan sebagai pemujaan untuk memohon taksu agar kesenian menjadi lebih berkembang, memperoleh apresiasi dari masyarakat serta mampu menyampaikan pesan - pesan moral guna mendidik dan mencerdaskan umat. Dalam kaitan dengan buana alit (diri manusia), Tumpek Landep itu sesungguhnya momentum untuk selalu menajamkan pikiran (landeping idep), menajamkan perkataan (landeping wak) dan menajamkan perbuatan (landeping kaya). Ketiga unsur Tri Kaya Parisuda tersebut perlu lebih dipertajam agar berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Buah pikiran perlu dipertajam untuk kepentingan umat manusia, demikian pula perbuatan dan perkataan yang dapat menenteramkan pikiran dan batin orang lain.
Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai - nilai agama. Dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Kita semua tentu berharap agar makna universal Tumpek Landep ini bisa dihayati dan diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka bumi, sehingga tidak akan terjadi berbagai kerusakan lingkungan, perlombaan senjata serta perperangan diberbagai belahan dunia. Tentu akan sangat bagus jika spirit perdamaian dari upacara Tumpek Landep ini dapat didengungkan ke seluruh pelosok dunia untuk membangun kehidupan dunia global yang damai sejahtera.
UPACARA TUMPEK LANDEP
Dasar
pelaksanaan upacara ini adalah Lontar Sundarigama, yang berbunyi sebagai
berikut (Terjemahannya) : “Pada hari Wuku Landep, Saniscara Kliwon (Sabtu
Kliwon) adalah hari pemujaan Bhatara Siwa dan hari yoganya Sanghyang Pasupati.
Adapun sarana untuk pemujaan Bhatara Siwa adalah :
1. Tumpeng putih selengkapnya,
2. Lauknya ayam sebulu-bulu, grih
trasibang (ikan asin dan terasi merah),
3. Sedali who (Daun dan buah-buahan),
dihaturkan di Sanggar Pamujan (tempat pemujaan).
Sementara itu, untuk pemujaan Sanghyang Pasupati dihaturkan:
1. Sesayut jayeng prang,
2. Sesayut kusuma yudha,
3. Suci,
4. Daksina,
5. Peras,
6. Canang wangi 29 tanding dihaturkan di Sanggah/Merajan/Tempat Suci)".
7. Babantenan ini ditujukan
(di-ayab-kan) kepada semua jenis senjata sehingga bertuah dalam perang. Adapun
hakikatnya dalam diri manusia, ialah tajamnya pikiran (idep), untuk itu
laksanakanlah japa mantra untuk mendapatkan anugerah Pasupati.
Dari
uraian lontar tersebut dapat dipahami bahwa ista dewata yang dipuja dalam
pelaksanaan Tumpek Landep adalah Bhatara Siwa dalam manifestasi-Nya sebagai
Sanghyang Pasupati. Pasupati dalam teologi Hindu adalah manifestasi Siwa
sebagai Raja binatang (Pasu/Paceu = binatang; pati = raja). Akan tetapi dalam
praktik keagamaan Hindu di Indonesia, Pasupati juga berarti upacara
pemberkatan, upacara untuk memberikan tuah pada benda-benda pusaka untuk
mendapatkan kekuatan magis
Besar
kecilnya upacara ini dilaksanakan sesuai kemampuan seseorang atau disesuaikan
dengan desa kala patra yang
sesuai kondisi, waktu dan wilayah tertentu.
Upaya
menyelami kedalaman makna Tumpek Landep dilakukan dengan menyimak kutipan
lontar Sundarigama bahwa hakikat Tumpek Landep adalah mengasah ketajaman
pikiran (landeping idep).
Landeping idep dipandang menjadi spirit Tumpek Landep yang hendak dibangun sang
kawi melalui lontar tersebut. Memahami spirit yang ingin dibangun sang kawi dan
memadukannya dengan konteks kekinian. Selain itu, dengan menggunakan Sundarigama
sebagai landasan berpijak untuk menyelami makna Tumpek Landep maka pemaknaannya
tidak kehilangan sentuhan otentik.
PASUPATI
Pasupati merupakan senjata berbentuk panah yang ujungnya berupa bulan sabit.
Senjata ini dianggap sangat tajam dan dapat memusnahkan adharma
(kebatilan) di dunia. Maka dari itu, upacara Pasupati dimaksudkan
sebagai pemujaan atau permohonan berkah kepada Sang Hyang Pasupati agar
memberikan kekuatan magis pada benda – benda tertentu yang akan dikeramatkan
atau dipasupati. Tumpek Landep adalah saat yang tepat bagi mereka yang ingin
nunas penganugerahan pada benda benda pusaka dan juga bagi mereka yang
mendalami tatwa. “Hari yang bagus bagi yang ingin nunas energi untuk mempasupati
pusaka, agar selalu menggunakan pikiran
yang tajam sebagai tali kendali kehidupan
Kata Pasupati berasal dari kata “Pasu” dan “Pati” kemudian kata pasu dapat diartikan “Sato” dan untuk mendapatkan maknanya maka kata Sato dapat dihubungkan dengan Tattwa, menjadilah kata “Sattwa”. Sedangkan kata sattwa berasal dari suku kata “Sat” dan “Twa”,dengan demikian kata Sat dapat diartikan “Inti” sedangkan suku kata Twa dapat diartikan “Kebenaran”.
Demikian
juga kata Pati dapat diartikan “Sumber” oleh karena itu maksud dari kata Pasupati
adalah “kekuatan yang timbul, tetap bersumber pada kebenaran”. Pada pelaksanaan
upacara Tumpek Landep juga mempergunakan sarana Uparengga (simbul suci) yang
bersifat tajam yaitu sebilah “senjata keris” karena keris ini memiliki tiga
buah mata pisau yaitu pada :
1. Rai keris sebelah kanan sebagai
nyasa simbol kekuatan Hyang Brahma memiliki kekuatan “Sakti”.
2. Rai keris sebelah kiri sebagai
simbol kekuatan Hyang Wisnu memiliki kekuatan “Sidhi”.
3. Pada ujung keris adalah sebagai simbol
kekuatan Sang Hyang Siwa memiliki kekuatan “Mandhi”.
Dari
ketiga kekuatan tadi tidak hanya bersifat spiritual saja namun juga bersifat
nyata, seperti kata “Sidhi” juga dapat diartika “Sidha” yang maksudnya bisa,
sedangkan kata “Sakti” dapat diartikan “Sakta” yang dimaksudkan ada, dan kata
“Mandhi” dapat diartikan “Mandha” yang maksudnya selalu mengalir. Dengan
demikian segala bentuk anugrah dari Sang Hyang Widhi kedunia selalu bersifat
“Wahya” dan “Diatmika” (sekala niskala), agar tetap terjaganya keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara dunia dan akherat atau alam bhaka dan alam
fana.
Sehubungan dengan simbol senjata keris tadi yang merupakan budaya hindu yang mengandung nilai – nilai tattwa yang sangat tinggi dan sakral, karena setiap ada kegiatan upacara Hindu lebih sering disertakan dengan sebilah keris seperti upacara masang pedagingan, upacara tebasan penampahan, upacara pernikahan, upacara mepulang dasar bangunan suci, pada upacara nuntun Bhatara, Dewa Hyang, dan lain– lainnya. Dalam tradisi di Bali, kata Pasupati berarti pemberkatan, sehingga pada saat Tumpek Landep dilangsungkan upacara pemberkatan kepada benda-benda agar memiliki tuah (kekuatan), terutama benda-benda yang lancip atau tajam yang terbuat dari logam, seperti peralatan pertanian, pertukangan, senjata perang, dan yang sejenisnya Pasupati merupakan proses sakralisasi terhadap benda-benda bertuah sebagai permohonan yang ditujukan kepada Sanghyang Pasupati untuk menghidupkan benda - benda sakral dengan menggunakan upacara pasupati untuk dapat memberi kekuatan magis pada benda - benda sakral seperti keberadaan sebuah arca pada sebuah tempat suci yaitu berupa patung / ukiran yang telah dipasupati dan memiliki roh-roh/atma suci, sebagai sthana para dewa. yang diucapkan dengan mantra weda yang dilengkapi dengan banten pasupati. Pusaka yang umumnya dapat dipasupati di antaranya keris, pratima, pis kepeng, barong, rangda, rerajahan, serta penggunaan simbol simbol lainnya. Lantas seperti apa rangkaian ritual pamasupatian tersebut? Upacara Pasupati umumnya ada tiga jenis :
1. Sederhana,
. “Untuk pelaksanaan upacara sederhana, biasanya hanya dilakukan secara
individu di rumah. Benda – benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu
saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya Adapun banten Pasupati sederhana
:
a.
Canang
sari,
b.
Dupa
(pasupati) dan
c.
Tirta
pasupati.
2. Madya,
Banten Pasupati Madya:
a.
Peras
dan
b.
Daksina
(pejati).
3. Utama.,”
Untuk Pasupati pratima atau keris. harus menggunakan upacara utama. .Banten
Pasupati Utama (Biasanya untuk dilakukan di pura), terdiri dari : a. Sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka
, jaja dan kojong balung),
b.
Prayascita,
c.
Sorohan
alit,
d.
Banten
durmanggala,
e.
Pejati.
“Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh
pemangku atau pandita.
Mantra yang digunakan ketika
menghaturkan banten Pasupati yaitu:
“Om
Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. Om Brahma Astra Pasupati,
Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya namah svaha. Om Sanghyang
Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang
Gana, Angawe Pasupati mahasakti, Angawe
Pasupati mahasidhi, Angawe Pasupaaati mahasuci, Angawe pangurip
mahasakti,Angawe pangurip mahasidhi, Angawe pangurip mahasuci. Angurip
sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip. Om Sang Hyang Akasa
pertiwi Pasupati, angurip 'nama benda yang akan di pasupati'. Om eka vastu avighnam svaha, Om sang – bang- tang – ang – ing –
nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang. Om Brahma Pasupati, Om Wisnu
Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha”
BACA
JUGA :
Upacara pada Hari Suci Pagerwesi
Makna Patram Puspam Phalam Toyam
Ganesha, Dewa Penangkal Rintangan
Kebo Iwa Patih Bali Yang Tangguh
SUMBER :
beritabali.com, balipuspanews.com. Mutiara Weda, Bale Bengong, Bali Express , Tribun
Bali, PHDI Pusat, Promoter, Denpasarviral, Warta Hindu Dharma.
Belum ada Komentar untuk "BANTEN TUMPEK LANDEP DAN PASUPATI"
Posting Komentar