MAKNA HARI RAYA PAGERWESI
Hari Raya Pagerwesi, jatuh di hari Rabu
(Buda) Kliwon, wuku Sinta setiap 6 bulan (210) hari. merupakan hari Payogan
Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sanga. Hari raya yang
dilaksanakan atas anugrah untuk mencapai kesentosaan dan kemajuan umat manusia. Pada hari inilah saat yang tepat bagi semua
umat Hindu untuk menyucikan dan memagari diri dan jiwa kita, agar bisa menerima
segala berkah dan kemuliaan dari Hyang Pramesti Guru. Pagerwesi berasal dari kata “pager” yang berarti pagar atau
perlindungan dan “wesi” berarti besi yang merupakan bahan kuat, jadi pelaksanaan Hari Raya Pagerwesi tersebut
bertujuan untuk memagari diri (magehin angga sarira) dengan kuat agar jangan
mendapatkan gangguan. Maksudnya memberi pagar diri agar terhindar dari
godaan untuk berbuat yang melanggar ajaran agama
Makna filosofis yang dapat diambil saat
perayaan ini, kita hidup di dunia ini perlu adanya penuntun yang mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kalau tanpa guru kita akan
kehilangan arah. Maka untuk itu kita perlu dibentengi dengan kebaikan, juga
perlu pengetahuan yang cukup dan iman yang kuat. Dalam perayaan Pagerwesi ini
umat memuja Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau
Sang Hyang Pramesti Guru (guru dari segala guru). Sang Hyang Paramesti Guru
adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala
hal yang buruk. Hal ini mengandung makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan
dalam manifestasinya sebagai guru sejati. Makna yang lebih dalam terkandung
pada kemahakuasaan Sanghyang Widhi sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah,
atau dikenal dengan Uttpti, Stiti, dan Pralina atau dalam aksara suci disebut:
Ang, Ung, Mang
Dalam perayaan Pagerwesi inilah umat sejatinya diajarkan tentang kewaspadaan menghadapi berbagai tantangan. Dengan demikian kita penuh kesadaran. Saat kita menghadapi berbagai tantangan, kita sejatinya diajarkan menarik diri ke dalam yakni merenung. Dengan demikian kita dapat dengan jelas melihat persoalan sehingga mampu mencari solusi pemecahannya atau memperoleh jalan yang terang tetap berada di jalur kebenaran. Dan agar kita tidak larut begitu saja pada kebahagiaan jasmani (lahiriah) berupa Artha dan Kama, pada perayaan Pagerwesi-lah kita diingatkan agar memagari diri sekuat besi atau baja dengan pengetahuan spiritual agar mencapai kebahagiaan rohani (batiniah). Dengan demikian terjadi keseimbangan antara kebahagiaan jasmani dan rohani yakni Mokshartam atau Jiwanmukti. Dalam Pagerwesi inilah terkandung konsep Moksha.
Dalam lontar Sundarigama (terjemahannya) disebutkan: Rabu kliwon Sintha disebut Pagerwesi, sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yg diiringi oleh Dewata Nawa Sanga/sembilan dewa, untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia. Hari raya Pagerwesi di hari Rabu, yang dapat diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang kuat bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian, dapat dipelihara, dan dijaga agar selalu menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.
Pada hari raya Pagerwesi merupakan hari yang paling baik untuk mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pager wesi” untuk melindungi hidup kita di dunia ini. Inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat mengisi diri kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.
SHAMBALA KERAJAAN DIMENSI LAIN, Klik di sini
UPACARA MENJELANG PAGERWESI
Menjelang Pagerwesi dilaksanakan beberapa perayaan
dengan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, begitu juga yang ditujukan
kepada unsur Panca Maha Bhuta, dengan tujuan secara umum dunia ini agar tenteram. Rangkaian upacara tersebut adalah
sbb.:
1. Hari Saniscara (Sabtu),
Umanis
Wuku Watugunung, Hari Suci Saraswati
adalah hari untuk memuja dewi Sarasvatī sebagai dewi ilmu pengetahuan.
Perayaan Saraswati ini sebagai sebuah refleksi bagi umat Hindu bahwa hanya
dengan pengetahuan kita akan mampu meneguhkan hati dalam menjalani kehidupan
dengan baik berlandaskan dharma. Hari Raya Saraswati yang dalam sistim
kalender wuku yang berlaku di Bali, wuku Watugunung adalah urutan wuku yang
terakhir dari 30 wuku yang ada, sedangkan wuku Sinta adalah wuku dalam urutan
pertama atau awal dari suatu siklus wuku,
kita memuja Shakti Brahma sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan,
dan sumber kebijaksanaan. Setinggi-tingginya ilmu pengetahuan yang dimiliki
seseorang, itu tidak akan berarti apa-apa untuk kesempurnaan jiwanya, jika hal
itu tidak menuntunnya untuk memuja Brahman. Abdikanlah ilmu pengetahuan yang
telah dianugerahkan kepada kita untuk mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan
bagi alam semesta sesuai dengan varna yang telah ditentukan pada diri kita
masing-masing. Komitmen tersebut mesti mampu menjadi pagar atau benteng (“pura”
sejati dalam diri) yang kokoh untuk melindungi diri kita dari segala macam
godaan selama mengarungi samudera kehidupan. Dengan membekali diri dengan ilmu
pengetahuan, umat diharapkan memiliki wawasan yang luas, sekaligus mampu
menghadapi berbagai persoalan hidup. Hari Saraswati yang jatuh pada hari
terakhir dari wuku terakhir diperingati dan dirayakan sebagai anugerah
Sanghyang Widhi kepada umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan dan
teknologi, diartikan sebagai pembekalan yang tak ternilai harganya bagi umat
manusia untuk kehidupan baru pada era berikutnya yang dimulai pada wuku Sinta. Sarasvatī
memberikan inspirasi dan membimbing manusia untuk belajar dan terus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
2. Hari Minggu (Redite), Paing, Wuku Sinta, adalah hari Banyupinaruh, dimana umat
Hindu melakukan penyucian diri dengan mandi di laut atau di kolam mata
air. Pada saat itu pula, dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan
dapat digunakan untuk tujuan-tujuan mulia. diharapkan manusia
berperan sebagai air yang mengalir dalam menjalani kehidupan. Pada saat ini
dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan yang sudah dianugerahkan oleh
Sanghyang Widhi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan mulia bagi kesejahteraan
umat manusia di dunia dan terjalinnya keharmonisan Trihita Karana, yaitu
hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia, dan manusia dengan alam semesta
3. Hari Senin (Soma/Coma)
Pon
Sinta disebut hari Somaribek, untuk
memuja dewi Śrī Lakṣmī yang dimaknai
sebagai hari di mana Sanghyang Widhi melimpahkan anugerah berupa kesuburan
tanah dan hasil panen yang cukup untuk menunjang kehidupan manusia. Dan bagaimana pengetahuan dijadikan senjata untuk
mencapai amerta. Dalam lontar Sundarigama yang merupakan lontar yang digunakan
sebagai tuntunan dalam melaksanakan upacara yadnya di Bali dikatakan
(terjemahannya) : “Soma Pon Sinta disebut juga Soma Ribek, hari puja wali Sang
Hyang Sri Amrta, tempat bersemayamannya adalah di Lumbung Pada
hari ini diadakan widhi widhana untuk selamatan atau penghormatan
terhadap beras di pulu dan padi di lumbung yang sekaligus mengadakan pemujaan
terhadap Dewi Sri Laksmi, sebagai tanda bersyukur serta semoga tetap memberi
kesuburan. Adapun sarana upakaranya yaitu nyahnyah geti-geti, raka pisang mas,
disertai dengan bunga serba harum. Artinya pada saat Soma
Ribek, orang-orang tak diperkenankan menumbuk padi, demikian juga menjual
beras, karena jika dilanggar, maka akan dikutuk oleh Bhatari Sri. Selain itu
pada hari ini juga tidak diperkenankan untuk tidur siang hari, hal ini
dikarenakan Sang Hyang Pramesti Guru tengah melakukan yoga di siang hari,
sehingga umat Hindu
harus menghormati-Nya. Oleh karena itu, pada hari ini seseorang diharapkan
untuk melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Tri Pramana, serta mempelajari atau
memetik sari tatwa adnyana atau inti sari dari ajaran kebenaran.
4. Hari
Selasa (Anggara) Wage Sinta adalah hari Sabo Mas (Sabuh Mas) yang juga bagian
dari hari Saraswati. untuk memuja dewi Śrī Lakṣmī. Hari Sabuh Mas adalah hari dimana mas itu
menjadi suatu kemuliaan diri dengan berlandaskan
pengetahuan. Pengetahuan imembuat kemuliaan diri untuk umat
manusia, yang akan menerima pahala dan
rezeki berupa pemenuhan kebutuhan hidup lainnya, bila mampu menggunakannya. Sabuh
Mas juga memberikan pengetahuan itu supaya menjadi berguna. Pada hari tersebut
umat Hindu di Bali memuja Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Mahadewa. ,
di mana umat manusia akan menerima pahala dan rezeki berupa pemenuhan kebutuhan
hidup lainnya, bila mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi di jalan
dharma
BACA JUGA :
Upacara Pada Hari Suci Pagerwesi
Makna Patram, Puspam, Phalam, Toyam
Fisika Quantum, Menembus Ruang dan Waktu
Sumber :
(PHDI Pusat, Balitoursclub.com
, ,Nusabali.com I Wayan Sudharma (Mangku Shri Dhanu),Koran Buleleng, Tribunnews.com, Wikipedia, Indobalinews, Tim Astro,, Kumparan, STAH Mpu Kuturan).
Belum ada Komentar untuk "MAKNA FILOSOFIS PAGERWESI (1)"
Posting Komentar