CATUR
GURU
Dalam Lontar
Sundarigama disebutkan (terjemahannya): “Rabu Kliwon
Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang
diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang
lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia”. Berkaitan dengan hal tersebut,
di Indonesia (Bali) kita mengenal ajaran Catur Guru, yang terdiri dari :
1. Guru
Rupaka atau Rekha, yakni orang tua,ibu-bapa yang melahirkan dan memelihara
kita.
2. Guru
Vidya atau Pangajian,yakni para guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran
di sekolah.
3. Guru
Visesa yakni pemerintah yang bertanggung jawab mensejahterakan masyarakat.
4. Guru
Svadyaya, diartikan belajar sendiri dan menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pembimbing untuk kemajuan kehidupan spiritual.
Hari Suci Pagerwesi di Indonesia, kalau di
India dirayakan Hari Raya Guru Purmima. Pada hari raya ini, terutama dalam tradisi Ashram, dilakukan
upacara pemujaan kepada Guru sedemikian rupa dipimpin oleh Sanyasi, Swamiji,
Sadhu atau Pandit. Di Indonesia (Bali)
tradisi ashram telah putus digantikan oleh sistem Pasiwan di geria-geria
para pandita secara tradisional, maka hari raya Pagerwesi hanya dirayakan
dengan persembahan sesajen terutama di pura keluarga seperti pemerajan, panti,
paibon dan sejenisnya.
Baik di India maupun di Indonesia (Bali),
kiranya makna yang terkandung dalam merayakan hari Pagerwesi adalah untuk
mengingatkan kita terhadap keagungan Tuhan Yang Mahaesa serta peranan para mahaṛṣi
atau guru-guru agung terutama di bidang spiritual. Pagerwesi juga mengingatkan
kita bahwa proses belajar mengajar berlangsung terus menerus hingga ajal
memanggil. Makna Pagerwesi bila dikaitkan dengan perkembangan dunia modern,
terlebih lagi dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang dalam era
globalisasi kualitas perorangan dan masyarakat sangat diperlukan. Demikian
antara lain makna yang terkandung dari pemujaan yang dilangsungkan pada hari
Pagerwesi, semoga melalui pemujaan kehadapan Sang Hyang Parameṣṭi Gurtu, kita
senantiasa dibimbing di jalan yang benar.
UPACARA PADA HARI SUCI PAGERWESI
Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi sebagai
pemujaan (yoga samadhi) bagi
para Pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai
dengan kemampuan.
Para sulinggih/purohita sebagai
adi guru loka yaitu guru utama dari masyarakat maka Sang Purohita-lah
lebih mampu menggerakkan atma dengan tapa bratanya dalam pelaksanaan
upacara yadnya Pagerwesi ini sebagaimana disebutkan oleh Parisada
Hindu Dharma. Yadnya pada Hari Suci Pagerwesi agar lebih ditekankan dengan
melakukan upacara. Penjelasan Manawa Dharmasastra ini adalah bahwa atma yang tidak
diselimuti oleh awan kegelapan dari hawa nafsu akan dapat menerima vibrasi
spiritual dari Brahman. Vibrasi spiritual itulah sebagai pagar besi dari
kehidupan kita. Karena itu amat ditekankan pada Hari Raya Pagerwesi para
pendeta agar ngarga, mapasang
lingga. Ngarga adalah suatu tempat untuk membuat tirtha bagi
para pendeta. Sebelum membuat tirtha, terlebih dahulu pendeta menyucikan arga
dengan air, dengan pengasepan sampai disucikan dengan mantra-mantra tertentu
sehingga tirtha yang dihasilkan betul-betul amat suci. Pembuatan tirtha dalam
upacara-upacara besar dilakukan dengan mapulang lingga. Tirtha suci itulah yang
akan dibagikan kepada umat. Mengingat ngargha, mapasang lingga dianjurkan oleh
lontar Sundarigama pada hari Pagerwesi ini, berarti para pendeta harus
melakukan hal yang amat utama untuk mencapai vibrasi spiritual payogan
Sanghyang Pramesti Guru.
Untuk Para Pendeta (Purohita),banten yang paling inti pada perayaan Pegerwesi adalah:
1. Sesayut
Panca Lingga, dengan inti ketipat Lingga untuk memohon lima manifestasi Siwa
untuk memberikan benteng kekuatan (pager besi) dalam menghadapi hidup ini. Para
pendetalah yang mempunyai kewajiban menghadirkan lebih intensif dalam
masyarakat. Kemahakuasaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Siwa dengan simbol
Panca Lingga,
2. Daksina,
3. Suci,
4. Pras
Panyeneng,
5. Penek,
ajuman, beserta raka-raka,
6. Bunga/kembang, asep dupa harum wangi-wangi selengkapnya,
yang dihaturkan di Sanggah
Kemulan (Kemimitan). (Yang di bawah dipujakan kepada Sang Panca Maha
Bhuta), Segehan Agung manca warna (menurut urip) dengan
tetabuhan arak berem. Hendaknya Sang Panca Maha Bhuta
bergirang dan suka membantu kita, memberi petunjuk jalan menuju
keselamatan, sehingga mencapai Bhukti mwang Mukti.
Kata “sesayut” berasal dari bahasa Jawa dari kata “ayu” artinya selamat atau sejahtera. Natab Sesayut artinya mohon keselamatan atau kerahayuan. Banten Sesayut memakai alas sesayut yang bentuknya bundar dan maiseh dari daun kelapa. Bentuk ini melambangkan bahwa untuk mendapatkan keselamatan haruslah secara bertahap dan berencana. Tidak bisa suatu kebaikan itu diwujudkan dengan cara yang ambisius. Demikianlah sepintas filosofi yang terkandung dalam lambang upacara Pagerwesi.
Sampai saat ini Mahabharata dan Ramayana yang
disebut itihasa adalah merupakan pagar besi dari manusia untuk melindungi
dirinya dari serangan hawa nafsu jahat. Jika kita boleh mengambil kesimpulan, kiranya Hari Raya Pagerwesi di Indonesia
dengan Hari Raya Guru Purnima dan Walmiki Jayanti memiliki semangat yang searah
untuk memuja Tuhan dan resi sebagai guru yang menuntun manusia menuju hidup
yang kuat dan suci. Nilai hakiki dari perayaan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti
dengan Pegerwesi dapat dipadukan. Namun bagaimana cara perayaannya, tentu lebih
tepat disesuaikan dengan budaya atau tradisi masing-masing tempat. Yang penting
adalah adanya pemadatan nilai atau penambahan makna dari memuja Sanghyang
Pramesti Guru ditambah dengan memperdalam pemahaman akan jasa-jasa para resi,
seperti Resi Vyasa, Resi Walmiki dan resi-resi yang sangat berjasa bagi umat
Hindu di Indonesia.
Bagi umat yang masih walaka yadnya (banten) pada hari suci Pagerwesi adalah :
1. Sesayut Pageh urip, Kata “pageh” artinya
“pagar” atau “teguh” sedangkan “urip” artinya “hidup”. “Pageh urip” artinya
hidup yang teguh atau hidup yang terlindungi.
2. Prayascita,
3. Dapetan,
4. Daksina,
5. Canang,
6. Sodaan
Dan pada tengah malam umat dianjurkan untuk
melakukan meditasi (yoga dan Samadhi). .
BACA JUGA :
Makna
Patram, Puspam, Phalam, Toyam
Fisika Quantum, Menembus Ruang dan Waktu
Sumber :
(PHDI Pusat, Balitoursclub.com
, ,Nusabali.com I Wayan Sudharma (Mangku Shri Dhanu),Koran Buleleng, Tribunnews.com, Wikipedia, Indobalinews,
Tim Astro,, Kumparan, STAH Mpu Kuturan).
Belum ada Komentar untuk "UPACARA PADA HARI SUCI PAGERWESI - 2"
Posting Komentar