Kata Upacara berasal dari kata Acara yang bermakna sekitar sehingga kata upacara bermakna “sekitar tata cara pelaksanaan Agama Hindu”. Acara dalam maknanya sebagai kebiasaan memang memiliki arti yang kurang lebih sama dengan kata "drsta". (Memandang atau Melihat). Ada 5 (lima) Acara atau drsta, yaitu :
1. Sastra drsta berarti tradisi yang
bersumber pada pustaka suci atau sastra agama Hindu;
2. Desa drsta berarti tradisi agama
yang berlaku dalam suaru wilayah tertentu;
3. Loka drsta adalah tradisi agama yang
berlaku secara umum dalam suatu wilayah;
4. Kuna/purwa drsta berarti tradisi
agama yang bersifat turun temurun dan diikuti secara terus menerus sejak lama;
dan
5. Kula drsta adalah tradisi agama yang
berlaku dalam keluarga tertentu saja.
Uraian
sloka dalam Manawa Dharmasastra menegaskan bahwa upacara Tumpek Landep memiliki
dasar sastra yang jelas. Selanjutnya, sastra inilah yang menjadi sumber
kebenaran dari pelaksanaan Tumpek Landep sehingga melegitimasinya menjadi
sistem ritual Hindu yang otentik dan utuh. Sistem ritual yang utuh
setidak-tidaknya terbangun oleh :
1. Adanya sistem keyakinan yang
mendasari pelaksanaan upacara;
2. Tata cara pelaksanaan upacara
(dudonan atau eed);
3. Sarana ritual (upakara); dan
4. Pelaku upacara. Dengan memahami
setiap komponen dari sistem ritual tersebut maka dapat digali keseluruhan makna
dari ritual Tumpek Landep.
Tumpek Landep pada hakikatnya upacara untuk memohon ketajaman pikiran. Namun, fakta di masyarakat upacara Tumpek Landep lebih dikenal sebagai odalan besi. Umat Hindu di Bali yang lebih melihat kepada berbagai benda terbuat dari besi, seperti benda pusaka yaitu keris, dan pedang. Upacara ini semakin mendapatkan signifikansinya pada zaman kerajaan sehingga senjata tajam dan peralatan perang (landeping prang) menjadi objek utama dalam pelaksanaan Tumpek Landep. Juga berbagai benda keseharian yang membantu kerja manusia misalnya motor, komputer, dan pisau. Pemberian banten pada benda-benda tersebut memiliki makna agar Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati berkenan memberikan anugerah terhadap benda-benda tersebut agar mempermudah jalan hidup pemiliknya. Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan 'wiweka lan winaya' memberikan kepandaian, kecerdasan dan pikiran yang tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia sehingga mampu menciptakan berbagai benda untuk memudahkan hidup, termasuk teknologi. Selain itu Tumpek Landep juga bermakna pemujaan dan rasa syukur kepada Hyang Pasupati atas segala ciptaannya, sehingga manusia dapat menggunakan ketajaman Jnana (pikiran/idep, logika dan ilmu pengetahuannya) sehingga berhasil dan melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Umat Hindu memaknai hari raya Tumpek Landep sebagai hari penyucian terhadap benda-benda seperti keris, tombak dan yang sejenisnya, hanya pada zaman sekarang dikalangan umat Hindu banyak umat yang tidak memiliki senjata keris karena warisan, kerisnya pun dijual dijadikan uang. Karena itu makna Tumpek Landep menjadi bias dan semakin menyimpang dari makna sesungguhnya. Sekarang ini masyarakat justru memaknai Tumpek Landep lebih sebagai upacara untuk motor, mobil serta peralatan kerja dari besi. Sesungguhnya ini sangat jauh menyimpang. namun barang-barang besi tersebut boleh dibuatkan upacara pada hari Tumpek Landep tetapi nilai simbol agama yang berupa keris harus ada karena keris tersebut juga menyimpulkan adanya Tri Bhuwana di Bhuwana Agung (Bhur,Bwah,Swah) dan Tri Bhuwana yang ada di Bhuwana Alit (Sabda,Bayu,Idep), namun jangan melupakan inti dari pelaksanaan Tumpek Landep itu sendiri yang lebih menitik beratkan agar umat selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan. Ritual Tumpek Landep sesungguhnya mengingatkan umat untuk selalu menajamkan manah sehingga mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri. Ritual Tumpek Landep bukan sekadar prosesi membuat dan menghaturkan sesajen, tetapi mengandung suatu pengharapan agar ritual ini dapat membangun kesadaran manusia, bahwa semua benda teknologi atau mesin-mesin industri itu harus terpelihara kesuciannya, termasuk penanganan limbahnya supaya tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan manusia dan alam semesta.
ODALAN BESI
Seirama
dengan perkembangan ekonomi dan teknologi yang ditandai dengan meningkatnya
taraf hidup manusia, maka kini manusia pun semakin banyak memiliki peralatan rumah
tangga yang terbuat dari besi, termasuk mobil, sepeda motor, sepeda, televisi, radio, dan
lain-lain. "Apakah ada kaitannya dengan odalan besi? ya karena
seiring perkembangan zaman maknanya telah bergeser juga ke alat-alat yang
dibuat dari logam,"
Yang menjadi tolok ukur dalam menerima atau menolak teknologi dalam kehidupan dapat
dilacak dengan Tri Semaya yaitu:
1. Atita
artinya penyesuaian dengan masa lampau,
2. Wartamana
artinya penyesuaian dengan masa sekarang, dan
3. Nagata
artinya penyesuaian dengan masa yang akan datang;
Juga dapat dilakukan dengan Tri Pramana yaitu:
1. Pratyaksa
artinya berdasarkan penglihatan langsung,
2. Anumana artinya berdasarkan kesimpulan logis,
3. Agama artinya berdasarkan pemberitahuan orang yang dapat dipercaya berdasarkan Rasa, Utsaha, Lokika dan Desa Kala Patra.
Upacara
Motor dan Mobil Lebih Tepat Pada Tumpek Kuningan
Karena
itu seluruh peralatan yang dipakai manusia untuk mengolah isi alam, harus tetap
terjaga kesucianya, sehingga selalu dapat digunakan dengan baik tanpa merusak
alam atau menyakiti mahluk lain. Sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil
ataupun peralatan kerja lebih tepat dilaksanakan pada Tumpek Kuningan, yaitu
sebagai ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas sarana dan
prasara sehingga memudahkan aktifitas umat, serta memohon agar perabotan
tersebut dapat berfungsi dengan baik dan tidak mencelakakan.(Ida Pedanda Made
Gunung).
Revitalisasi Makna Tumpek Landep Dalam Kehidupan Kekinian
Tujuan
bhakti sangatlah jelas, yaitu untuk mendapatkan anugrah dari Hyang Widhi
(manusa bhakti, dewa asih). Dalam konteks spiritual, Tumpek merupakan hari yang
istimewa untuk melakukan perenungan dan permenungan mengenai hakikat diri
sejati sehingga Sang Atman menyadari kesejatiannya (matutur ikang atma ri
jatinia). Tumpek adalah hari yang utama untuk melakukan pemujaan kepada Bhatara
Siwa sebagai asal mula dan tujuan segala yang ada, sangkan paraning dumadi. Menyimak
uraian di atas jelas bahwa Tumpek memiliki kedudukan, fungsi, dan makna yang
penting bagi kehidupan manusia dan semesta alam. Dalam struktur kesusasteraan
Veda, Tumpek adalah tradisi religius (acara) yang memiliki kedudukan penting
sebagai salah satu sumber pelaksanaan ajaran Agama Hindu. Menjadi kewajiban
bagi seluruh penganut Siwa-Buddha untuk melaksanakan Hari suci Tumpek. Lain
daripada itu bahwa dengan menyadari hakikat Tumpek akan menuntun manusia pada
kesadaran diri untuk melaksanakan Kerti, Yasa, dan Karma, yakni karya nyata
menciptakan kebahagiaan masyarakat melalui pengabdian, pelayanan, dan tindakan.
BACA
JUGA :
Banten Tumpek Landep dan Pasupati
Upacara pada Hari Suci Pagerwesi
Makna Patram Puspam Phalam Toyam
Ganesha, Dewa Penangkal Rintangan
Kebo Iwa Patih Bali Yang Tangguh
SUMBER :
beritabali.com, balipuspanews.com. Mutiara Weda, Bale Bengong, Bali Express , Tribun
Bali, PHDI Pusat, Promoter, Denpasarviral, Warta Hindu Dharma.
Belum ada Komentar untuk "TUMPEK LANDEP – ODALAN BESI ??"
Posting Komentar