KERANGKA AJARAN
Piwulang Kautaman (Ajaran Utama) – tercantum pada kitab yang terdiri dari Pituduh (Perintah) dan
Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa. Persatuan antara Tuhan dan
ciptaannya (manunggaling kawula gusti) itu digambarkan sebagai curiga manjing warangka, warangka manjing
curiga, seperti keris masuk ke dalam sarungnya, seperti sarung
dimasuki keris. Misi itu bertumpu pada menyatunya manusia pada Tuhan dalam
dirinya. Setelah penyatuan ini manusia akan melakukan misi yang salah satunya
adalah menjadi rahmat bagi dirinya sendiri. Manusia tidak akan membuat dirinya
menjadi hancur karena kelakuannya yang buruk.
Konsep Hyang adalah asli dari sistem
kepercayaan masyarakat Nusantara, khususnya di tanah Jawa, bukan konsep yang
berasal dari ajaran Hindu atau Buddha dari India. Kata Hyang dikenal dalam
bahasa Melayu, Kawi, Jawa, Sunda dan Bali sebagai suatu keberadaan kekuatan
Adikodrati yang supranatural. Bagi Agami Jawi, Gusti hanya memutuskan 2 (dua) hal absolut (yang
disebut takdir), yakni kehidupan (lahir di bumi), dan kematian (meninggalkan bumi).
Berikut ini Ajaran Kejawen :
- Eling Lan Bekti marang Gusti Kang Murbeng
Dumadi: artinya,
kita yang ingat, seyogyanya harus selalu mengingat dan menyembah Gusti
(Tuhan Yang Maha Esa) dalam setiap tarikan nafas kita. Dimana Gusti Yang
Esa telah memberikan kesempatan bagi kita untuk hidup dan berkarya di alam
yang indah ini.
- Setyo marang Penggede Negoro: artinya, sebagai manusia yang
tinggal dan hidup di suatu wilayah, maka adalah wajar dan wajib untuk
menghormati dan mengikuti semua peraturan yang di keluarkan pemimpinnya
yang baik dan bijaksana.
- Bekti marang Bhumi Nuswantoro: artinya, sebagai manusia yang
tinggal dan hidup di bumi nusantara ini, wajar dan wajib untuk merawat dan
memperlakukan bumi ini dengan baik, dimana bumi ini telah memberikan
kemakmuran bagi penduduk yang mendiaminya. Dengan berbakti dan menjaga
kelestarian alam, maka alam akan memberikan yang terbaik untuk kita yang
hidup di atasnya.
- Bekti Marang Wong Tuwo: artinya,
kita tidak dengan serta merta ada di dunia ini, tetapi melalui perantara
ibu dan ayah, maka hormatilah, muliakanlah orang tua yang telah merawat
kita. Berbakti kepada ayah dan ibu yang telah memberikan kita jalan untuk
meraih kehidupan disini.
- Bekti Marang Sedulur Tuwo: artinya, menghormati saudara
yang lebih tua dan lebih mengerti dari pada kita, baik tua secara umur,
secara derajat, pengetahuan maupun kemampuannya.
- Tresno Marang Kabeh Kawulo Mudo: artinya, menyayangi orang yang
lebih muda, memberikan bimbingan, dan menularkan pengalaman dan
pengetahuan kepada yang muda. Dengan harapan, yang muda ini akan dapat
menjadi generasi pengganti yang tangguh dan bertanggung jawab.
- Tresno Marang Sepepadaning Manungso: artinya, yang perlu diingat dan
dicamkan dalam hati yang terdalam adalah, bahwa semua manusia sama
nilainya dihadapan Gusti. Karenanya, hormatilah sesamamu, dimana mereka
memiliki harkat dan martabat yang sama denganmu, dan sederajat dengan
manusia lainnya. Cintailah sesamamu dengan tulus ikhlas.
- Tresno Marang Sepepadaning Urip: artinya, semua yang di ciptakan
Gusti adalah mahluk yang ada karena kehendak Gusti yang Kuasa, karena
mereka memiliki fungsi masing-masing, dalam melestarikan kita bersama alam
ini. Dengan menghormati semua ciptaanNya, maka kitapun telah menghargai
dan menghormatiNya.
- Hormat Marang Kabeh Agomo: artinya, hormatilah semua agama
atau aliran, dan para penganutnya. Agama adalah ageming aji, yang mengatur
dan menata diri meng-Olah Roso untuk menjadikan manusia-manusia yang
berbudi pekerti luhur.
- Percoyo Marang Hukum Alam: artinya, selain Gusti
menurunkan kehidupan, Gusti juga menurunkan hukum alam dan menjadi hukum
sebab akibat, siapa yang menanam maka dia yang menuai. Kita ini hidup di
alam dualitas, dan akan terikat dengan hukum-hukum yang ada selama masih
berdiam di pangkuan alam tersebut, dan hormatilah alam dan hukumnya.
- Percoyo Marang Kepribaden Dhewe Tan Owah
Gingsir: artinya,
manusia ini rapuh, dan hatinya berubah-ubah, maka hendaklah menyadarinya
dan dapat menempatkan diri di hadapan Gusti, agar selalu mendapat
lindungan dan rahmatNya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini. Dengan
terus melakukan Olah Roso, berarti kita terus menata diri demi meraih
pribadi yang berbudi pekerti luhur memayu hayuning bawono.
- Bekti Marang Mahluk Liane: artinya, menghormati mahluk
lain ciptaanNya juga, seperti ia menghormati manusia lainnya Tresno marang sepepadaning manungso.
Duabelas (12) makna di atas sebenarnya merupakan penjabaran, bagaimana sebaiknya seorang Kejawen harus berprilaku dengan 4 Sila Dasar Utama Pola Hubungan dengan apa yang ada di luar dirinya:
- Hubungan
Manusia dengan Gusti (Tuhan Yang Maha Esa)
- Hubungan
Manusia dengan Alam Semesta
- Hubungan
Manusia dengan Mahluk lain
- Hubungan
Manusia dengan sesama Manusia
Dalam Trikaya Parisudha Nomor 3 dan 4,
dijadikan satu : Hubungan Manusia dengan Manusia dan Mahluk Lain)
KESADARAN TANAMAN, DINAMISMEKAH ?, Klik Di sini
Mitologi Wayang, Slametan (hajatan/berdo'a) sebagai mekanisme integrasi sosial yang penting, atau sangat memuliakan kewajiban menziarahi makam orang tuanya dan leluhur mereka. Lebih dari itu dalam pengertian etika, mereka akan menempa diri sama seriusnya dengan orang Jawa yang mana saja untuk menjadi iklas, yakni ketulusan niat. Ini ada kaitannya dengan pemahaman Jawa untuk Sepi Ing Pamrih, yakni tidak diarahkan oleh tujuan-tujuan egoistik, menempatkan kepetingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.
Lebih lanjut ajaran ini menyebutkan bahwa pada diri manusia pun terdapat 4 (empat) kekuatan yang selalu menjadi kawan dalam perjalanan hidup, di saat suka maupun duka, hingga layak disebut “saudara”. Masing-masing ditandai dengan simbol warna putih, merah, kuning dan hitam (catur sanak) (Di Bali dikenal sebagai Kanda Pat yang terdiri dari Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja). Posisi mereka di dalam jiwa manusia adalah lekat dengan Atman, membuat cahayanya membentuk warna “pelangi”. Berikutnya Ajaran diatas dilengkapi dengan Ajaran berikut :
1. Ora Mateni Sakabehe, artinya tidak membunuh apa saja,
2. Ora Ngrusak Sakabehe, artinya tidak merusak apa saja.,merusak alam merusak diri
sendiri dan merusak makhluk hidup lain
tidak diperbolehkan.
3. Ora Mangan Kewan, tidak makan
hewan .konsep Jawa mengajarkan bahwa hampir semua hewan di darat mempunyai rasa
sakit. Dalam kehidupan sekarang dikenal dengan konsep Vegetarian.
4. Ora Ngapusi, tidak
menipu
5. Budhi lan Karya, berperilaku
baik berpikir dan bekerja keras.
6. Maca lan Maguru sepadha-padha, membaca dan
mencari ilmu pegetahuan seluas-luasnya
7. Tepo sliro Tenggang
rasa, Simpati dan
bijaksana menghadapi makhluk diluar kita yang sedang menderita,
8. Ngadohi Wong ala, kejem lan mbilaheni. Menjauhi orang yang jahat, kekejaman dan marabahaya, prinsip tidak ikut intervensi kepada orang .
Semua
pengikut dari ajaran ini masih meyakini Tuhan Yang Esa. dan : Sangkan Paraning Dumadhi ("Dari
mana datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya
se-kata dengan tuhannya : Manunggaling
Kawula lan Gusti ("Bersatunya Hamba dan Tuhan").
Dari kemanunggalan itu,
ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:
- Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri
pribadi)
- Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi
keluarga)
- Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi
sesama manusia)
- Mamayu Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam
semesta)
BACA JUGA, Klik Dibawah Ini :
- Kejawen, Filsafat, Tradisi dan Ritual
- Fisika Quantum, menembus Ruang dan Waktu
- Alam Eksistensi Positif dan Reinkarnasi
- Bhairawa Sekte Mistik
- Keyakinan Jainisme, Agama yang Atheis
SUMBER
Adi Nugroho, //ahmadsamantho.wordpress.com, Bombastis,, Iris Indonesia, kompasiana, richyramadhani.blogspot.co.id, Spiritual, https://sabdalangit.wordpress.com, Sasana Nuswantara, Wikipedia
Belum ada Komentar untuk "AJARAN KEJAWEN"
Posting Komentar